Liputan6.com, Jakarta - Makan makanan berkuah, seperti sop iga, rasanya nikmat saat siang menjelang. Salah satunya tersaji di Warteg Nabila yang berlokasi di sekitar Jalan Ende, Jakarta Utara.
Tempat ini bisa ditempuh 10 menit dengan berjalan kaki dari Stasiun Tanjung Priok. Tepatnya di seberang Masjid Al Husna dan berada di belakang kantor PTT. Pembelinya umumnya didominasi para pekerja pelabuhan.
Dilansir Antara, satu porsi sop iga Warteg Nabila terdiri dari semangkuk sop dan seporsi nasi bertabur bawang goreng yang diletakkan terpisah. Berkuah bening, di dalam mangkuk terdapat tiga potong iga sapi berukuran lumayan besar yang berpadu dengan irisan daun bawang dan bawang goreng.
Advertisement
Baca Juga
Dagingnya cukup tebal hingga mengenyangkan saat disantap Minggu siang, 6 Januari 2019 lalu. Rasanya simpel tetapi nikmat.
"Sop iga ini sudah matang antara jam 8-9 pagi. Biasanya, jam 4 sore sudah habis. Kalau sudah habis, kami tidak jual lagi. Baru masak lagi besoknya," kata Rohman, pemilik warteg kepada Liputan6.com, Senin, 7 Januari 2019.
Dalam sehari, Rohman mengaku menghabiskan 3-4 kilogram daging dan tulang sapi. Ia mengandalkan jahe, bawang putih, kemiri, kaldu blok, garam, dan penyedap rasa untuk membuat sop iga yang mengundang selera.
"Gula nggak pakai. Kalau bawang merah dan daun bawang baru hanya untuk taburannya," kata dia.
Proses pemasakan sop iga kurang lebih 1 jam untuk membuat dagingnya empuk. Ia juga menambahkan sayur kol pada sop agar ada tekstur renyahnya dalam mangkok.
"Pertama dagang pas 2006 itu dijual Rp 15 ribu, sekarang harganya Rp 22 ribu sudah sama nasi," ujarnya.
Kampung Warteg Enim
Rohman mengaku sengaja menghadirkan sop iga untuk menarik pembeli sekaligus bersaing dengan warteg lain yang berjejer di sepanjang Jalan Ende. Ada sekitar tujuh warteg di sana, yang terlama bahkan berumur sekitar 50 tahunan.
"Yang paling depan itu, Slawi Ayu. Dia udah 50 tahunan jualan di sini. Saya baru sekitar 2006 setelah sebelumnya bantu bapak jualan di warung kopi," kata dia.
Warung kopi adalah tempat jualan yang mendominasi di Jalan Ende. Biasanya, yang membuka warteg juga memiliki warung kopi. Sementara, ia mengaku warteg yang dibukanya adalah mengambil alih warung Sunda yang lebih dulu buka.
"Pemiliknya dulu sudah tua, jadi mau dijual saya. Saya oper alih karena orangtua juga bilang untuk mandiri," kata Rohman.
Karena banyaknya warteg yang buka di kawasan tersebut, kelompok yang menyebut diri Wisata Kreatif Jakarta mempromosikan kawasan itu sebagai Kampung Warteg Enim.
"Kampung Warteg Enim itu kita yang bikin julukan. Kalau orang sana nggak ngeh. Tapi, kita mau populerkan itu," kata Ira Lathief, founder Wisata Kreatif Jakarta.
Ia mengaku belum pernah melihat deretan warteg sebanyak itu di bagian lain Jakarta. Untuk menyiasati persaingan, masing-masing warteg memiliki menu khas berbeda.
"Ada warteg yang jual sambel goreng jengkol. Ada warteg yang paginya jual nasi uduk. Ada juga yang sop iga," kata dia.
Kampung warteg, sambung dia, menjadi salah satu destinasi wisata kuliner di Jakarta Utara yang layak dijajal. Jadi, bila Anda berwisata di Tanjung Priok dan sekitarnya, jangan lupa untuk mampir ke sana.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement