Sukses

Kisah Meriam Belanda di Masjid yang Bertahan dari Letusan Gunung Krakatau

Meriam Belanda yang terdapat di bagian depan masjid yang bertahan dari letusan Gunung Krakatau itu bukan berfungsi sebagai senjata meski tempat itu pernah jadi markas para pejuang kemerdekaan.

Bandar Lampung - Masjid Jami Al-Anwar dikenal sebagai masjid tertua di Provinsi Lampung dan masih bertahan sampai sekarang. Masjid ini menjadi saksi bisu letusan dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883, meski saat itu sempat rusak dan sudah direnovasi beberapa kali.

Menurut catatan di sejumlah sumber, setidaknya masjid ini sudah ada sejak 1839 atau sudah berfungsi sejak sekitar 180 tahun lalu walaupun semula hanya berupa surau atau langgar kecil.

Meskipun telah mengalami beberapa kali renovasi, ada beberapa hal yang tetap dipertahankan di masjid tersebut, seperti meriam peninggalan Belanda di depan masjid.

"Karena dulu kan belum ada sirene masjid seperti zaman sekarang, itu digunakan buat peringatan buka puasa. Kalau sekarang hanya dibuat pajangan," tutur Sumanta, dilansir Antara, Selasa, 15 Januari 2019.

Selain meriam, ada pula beduk hadiah dari Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di Way Halim, Bandar Lampung yang tetap disimpan sampai sekarang, serta kitab-kitab peninggalan sejak dahulu dari berbagai bahasa yang disimpan di perpustakaan masjid.

"Yang paling dijaga juga ada kitab-kitab kuno, peninggalan dari dulu, kitab-kitab tersebut ada dalam beberapa bahasa, seperti Arab, Belanda, Portugis, dan beberapa bahasa lain yang sekarang masih disimpan di perpustakaan masjid ini," kata Sumanta.

Perpustakaan tersebut pada masa lalu dibuka untuk umum dan ada penjaganya, yaitu Noval Arbai, tetapi sekarang ditutup karena yang menjaga sudah sibuk. Sejak ojek daring ramai, dia menjadi pengojek daring. Padahal waktu dibuka untuk umum, perpustakaan di masjid yang pernah terdampak letusan Gunung Krakatau itu lumayan banyak pengunjung.

2 dari 2 halaman

Markas Pejuang

Masjid Jami Al-Anwar bukan hanya menjadi masjid tertua di Lampung dan tempat bagi masyarakat untuk belajar mengaji sejak zaman dahulu, tetapi juga menjadi markas para pejuang kemerdekaan di Lampung. Masjid ini selalu menjadi tempat para pejuang kemerdekaan bersama para ulama mengatur strategi perjuangan seusai salat dan mengaji.

Dalam buku "Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia", para tokoh dan ulama yang terlibat dalam membentuk strategi perjuangan, di antaranya Haji Alamsyah Ratu Prawiranegara (mantan Menteri Agama RI), Kapten Subroto, K.H. Nawawi, dan K.H. Thoha.

Dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa masyarakat bahu membahu dalam mempertahankan Bumi Lampung, Sang Bumi Ruwa Jurai itu dari penjajahan Belanda hingga Indonesia merdeka. Masjid Jami Al-Anwar juga sering dijadikan tempat singgah dan menginap para peziarah dari luar pulau, terutama Pulau Jawa, di Lampung.

"Bahkan, mereka kalau sehabis berziarah biasanya menginapnya di sini. Mungkin karena masjid ini masjid yang sudah ada lama, jadi orang-orang di Pulau Jawa yang suka berziarah turun temurun tahu masjid ini, jadi kalau sehabis berziarah, ya ke sini," ujarnya.

Sumanta selaku pengurus masjid berusia sekitar 180-an tahun itu, mengharapkan halaman depan masjid dibuat beraspal semua, supaya tampak lebih rapi dan bersih. Selain itu, beberapa pintu mungkin bisa ditutup agar anak-anak yang bermain tidak bolak-balik di masjid agar masjid terlihat lebih suci dan terjaga ketertiban serta keadaban. Umat juga bisa lebih khusyuk saat beribadah di masjid itu.

Lingkungan masjid memang telah dipadati dengan permukiman warga, sehingga seringkali anak-anak menggunakannya untuk bermain dan bercengkerama. Apalagi, sisi tengah masjid terdapat jalan lurus menembus ke bagian sisi lain jalan umum di sebelahnya dari pintu masuk masjid di depannya.

Saksikan video pilihan berikut ini: