Jakarta - Setiap kopi Nusantara memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Begitu pula kopi hitam tradisional Lombok terbuat dari biji kopi mentah yang disangrai dalam wajan yang terbuat dari tanah liat. Proses ini dilakukan sampai gosong dan menghasilkan aroma harum yang khas.
Lalu, dicampur sedikit beras dan kelapa yang diiris kecil. Tidak ketinggalan, kemudian ditumbuk halus hingga menghasilkan serbuk kopi yang siap diseduh.
"Kopi hitam yang diracik secara tradisional akan menghasilkan cita rasa kopi yang berbeda dari kopi kemasan bagi penikmatnya," jelas warga Paguutan, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Inaq Hamidah, dilansir Antara.
Advertisement
Baca Juga
Tradisi minum kopi bagi masyarakat Suku Sasak Lombok telah diwariskan secara turun menurun dalam berbagai kegiatan. Bahkan kunjungan bertamu, minuman kopi selalu menjadi suguhan yang wajib.
"Terutama bagi kaum laki-laki," kata Ahmad Jaba'i yang telah menikmati kopi sejak 40 tahun lalu.
Kebiasaan ini ternyata telah dia lakukan sejak belia. "Sekarang kalau tidak minum kopi akan merasa pusing dan hampa," tambahnya.
Saat menelusuri pedesaan-pedesaan di seluruh wilayah Pulau Lombok pasti akan menjumpai tradisi masyarakat yang fanatik pada kopi. "Sekiranya kita mendatangi 10 rumah makan 10 cangkir kopi yang akan kita minum," lanjut Jaba'i.
Lalu, apa alasan warga Suku Sasak sangat mencintai kopi? Dahulu kala, para orang tua suku hanya memiliki kopi, tak ada minuman lainnya. "Memang daerah Pulau Lombok sudah menjadi daerah penghasil kopi," jelasnya.
Pada masa kerajaan, kopi menjadi minuman favorit keluarga kerajaan hingga masyarakat Lombok memelihara kebiasaan baik tersebut. Begitu pula saat menjamu tamu, sajian terbaik akan diberikan.
Sementara, kopi mempunyai efek luar biasa dari segi psikologi masyarakat yaitu komunikasi, kekerabatan, hingga hubungan. Kopi juga menjadi penyambung hati masyarakat yang tidak saling kenal menjadi kenal dan akrab.
"Dan bahkan, apa saja bisa diperbincangkan panjang lebar dengan menikmati secangkir kopi," kata salah seorang penikmat kopi Mataram, Ukok.
Melalui kopi hangat, orang yang sebelumnya tak dikenal dapat bersahabat. Laman kopi keliling pernah menyebut 90 persen orang Lombok selalu singgah di warung kopi dalam setiap perjalanan.
Penghasil Kopi
Menurut catatan salah satu media dalam jaringan di daerah itu, Desa Prabe, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat adalah bekas Kerajaan Prabe yang menjadi penghasil kopi terbaik sejak 1977 silam. Tak hanya itu, daerah Sembalun, Lombok Timur juga pernah dikenal sebagai penghasil kopi Arabika.
Warga Sembalun pada 1962 menjalin kerja sama dengan pemerintah kala itu seperti usaha kredit tani dengan melakukan penanaman bibit kopi Arabika di wilayah Taman Nasional Gunung Rinjani, di ketinggian 1.300 hingga 1.600 meter dari permukaan laut.
Namun, pada 1969 para petani mengalami paceklik dan tak mampu membayar tunggakan kredit. "Warga saat itu mengganti bayarannya dengan menyerahkan lahan tanah mereka kepada pemerintah saat itu," kata tokoh pemuda Sembalun Lawang, Rusmala.
Sejak saat itu, usaha kopi di Lombok meredup. Warga lantas beralih pekerjaan menjadi petani sayuran. Meski begitu, sebagian warga Sembalun Lawang dan Sembalun Bumbung sengaja membawa bibit pohon kopi yang tersisa.
Mereka menanamnya di pekarangan rumah sebagai penghias halaman. Pemilik rumah memetik buah kopi untuk barter dengan kebutuhan sehari-hari di pasar dan sebagian disimpan untuk minuman pribadi dan menerima tamu.
Budaya ngopi ini telah tertuang dalam sastra Arab, bahwa kebiasaan ngopi dipraktikkan para ulama ahli sufi di masa lalu. Hal ini dilakukan untuk dapat berkonsentrasi menulis dan beribadah.
Ahli sufi Al Imam Ibnu Hajar Al Haitami menyampaikan, "Lalu ketahuilah duhai hati yang gelisah bahwa kopi ini telah dijadikan oleh ahli shofwah (orang-orang yang bersih hatinya) sebagai pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia Tuhan, penghapus kesusahan".
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement