Liputan6.com, Jakarta - Berlabel bekas bukan berarti baju sudah tak terpakai hanya punya tempat sampah sebagai tujuan akhir. Di tangan sekian banyak orang, baju bekas punya value dalam rantai tak terputus. Nilai ini bahkan bisa diartikan dalam bentuk nominal.
Adalah Salur, organisasi non-profit yang bisa jadi salah satu wadah memperpanjang usia tak hanya baju, tapi juga ragam barang bekas lain. Bermula dari project kerjasama Bukalapak dan Kitabisa.com dengan nama Sumbang.in, Salur lahir untuk terus mendorong publik peduli pada lingkungan dan sesama, sekaligus meminimalisir sampah fashion.
Andien Aisyah selaku Founder Salur menjelaskan, orang bisa mendonasikan baju bekas layak pakai, sekaligus membeli ragam barang bekas berkualitas di Salur. Semua keuntungan yang diperoleh akan disalurkan lewat kampanye tertentu yang diusung.
Advertisement
Pelantun lagu Halo Sayangku itu membeberkan keuntungan membeli barang, termasuk baju bekas. Pertama, jelas lebih murah. Dengan harga miring, konsumen tetap bisa mendapatkan produk dengan kondisi bagus, bahkan tak jarang branded.
Baca Juga
Ia pun menerangkan langkah-langkah berdonasi baju bekas di Salur. Pertama, donatur harus mengisi form yang sudah disediakan. Lalu, akan dihubungi pihak Salur. Pengirimannya bisa dilakukan sendiri atau diambil pihak salur tanpa dikenakan biaya.
Setelah diterima, pihak Salur akan melaporkan pada donatur. Kemudian, melakukan pengecekan kualitas barang. Jika lolos, barang bisa langsung dijual. Jika tidak, akan dipoles dulu sebelum dipasarkan.
"Kita ingin mengampanyekan pada masyarakat mengenai gaya hidup membeli barang preloved. Mau ajak semakin banyak orang untuk berdonasi. Awareness ini belum dimilki sebagian masyarakat, termasuk soal barang saja yang layak yang didonasikan," kata Andien lewat pesan singkat pada Liputan6.com, Jumat, 10 Mei 2019.
Kendati belum begitu banyak, bukan berarti barang preloved tak memiliki pasar sama sekali. Beberapa orang ternyata sudah cukup lama berlangganan membeli baju bekas. Mengapa mereka memutuskan demikian?
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Beli Baju Bekas, Apa Untungnya?
Meira Karla Farhana mengaku sudah membeli baju bekas sejak duduk di bangku SMA, sekitar 10 tahun lalu. "Bisa dapat barang dengan merek bagus, kualitas masih bagus. Murah juga pastinya," terang Karla lewat pesan singkat pada Liputan6.com, Jumat, 10 Mei 2019.
Hal serupa juga diungkapkan pembeli baju bekas lainnya, Febriyani Frisca Rahmania. "Modelnya nggak sama kayak yang dijual di toko-toko. Jadi, gue bisa tampil lebih beda," kata Cica, begitu ia disapa, juga lewat pesan singkat pada Liputan6.com, Jumat, 10 Mei 2019.
Jaket kulit, tas, dan denim jacket diakui Karla jadi barang-barang yang paling sering dibeli, sementara Cica lebih dominan membeli baju, baik atasan maupun bawahan, ketika berburu barang bekas.
"Lambat laun gue menyadari ini (membeli barang preloved) merupakan sebuah movement dalam dunia fashion. Barang yang kita pakai kan sebenarnya bakal jadi sampah dan untuk menghindari itu, di waktu sampah sudah gila-gilanya, preloved sudah paling benar," tuturnya.
Lagipula, Cica menilai, tren fashion sebenarnya berputar. Tren sekian tahun lalu, sangat mungkin happening lagi di masa sekarang. Suara serupa pun dituturkan Karla. Ia menilai, membeli baju dan barang bekas lain merupakan salah satu cara menyelamatkan Bumi, terutama dari sampah fashion.
"Terutama produk berbahan denim yang pakai bahan kimia. Itu bahaya buat bumi kita. Juga, pakaian berbahan kulit asli. Produksi leather fashion bisa disetop diganti dengan sintetis. Sementara, aku yang tetap suka leather asli lebih pilih produk bekas karena at least, nggak mendorong industri untuk terus memproduksi leather products," papar Karla.
Advertisement