Sukses

Tampil di Venice Biennale, Paviliun Indonesia Tempati Bekas Gudang Senjata

Paviliun Indonesia di Venice Biennale ke-58 mengusung konsep Bhineka Tunggal Ika. Seorang seniman perempuan terlibat di dalamnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar membanggakan datang dari Venesia. Indonesia kembali berpartisipasi dalam ajang seni rupa tertua dan terbesar di dunia, Venice Biennale ke-58 atau La Biennale di Venezia dengan membuka Paviliun Indonesia sejak 11 Mei 2019.

Kali ini, tema yang diangkat adalah Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba. Pameran itu merupakan hasil karya kolaborasi tim artistik yang terdiri dari Asmujo Jono Irianto (kurator), Yacobus Ari Respati (ko-kurator), Syagini Ratna Wulan, dan Handiwirman Saputra (seniman).

Lewat keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Paviliun Indonesia dibuka pada Rabu, 8 Mei 2019, pukul 15.00 waktu setempat oleh Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia, Triawan Munaf. Diawali dengan potong tumpeng, Triawan menyampaikan kebanggaannya akan kehadiran karya seni rupa kontemporer Indonesia termutakhir melalui Paviliun Indonesia.

"Paviliun ini merupakan representasi dari ciri khas bangsa Indonesia yang mengutamakan kebersamaan dalam keragaman—Bhinneka Tunggal Ika. Paviliun tidak lagi menonjolkan sosok individu sebagaimana partisipasi kami sebelumnya," ujar Triawan di dalam sambutannya.

"Akal tak sekali datang, runding tak sekali tiba" merupakan sebuah peribahasa asal Minang yang diadaptasikan oleh tim artistik menjadi serangkaian instalasi yang terdiri dari lima komponen karya, yakni Meja Runding, Buaian, Susunan Kabinet, Ruang Merokok, dan Mesin Narasi.

Kelima komponen karya ini mengisi area seluas 500 m2 di Ruang 340, Isolotto, The Arsenale—yakni area pameran yang merupakan bekas gudang persenjataan tertua di Venesia.

Para pengunjung Paviliun Indonesia diundang untuk menikmati karya yang hadir layaknya permainan atau labirin pemikiran melalui obyek-obyek yang ditampilkan, representasi tim artistik akan representasi makna menjadi Indonesia dan persilangannya dengan seni rupa kontemporer dunia. Hal ini selaras dengan tema besar Venice Biennale 2019, yakni “May You Live in Interesting Time.”

"Paviliun Indonesia ini tidak hanya hadir sebagai ekspresi untuk membicarakan respons terhadap keadaan di masyarakat, melainkan sebuah ruang dialog antarbangsa di tengah kondisi global saat ini," tutur Triawan.

Paviliun Indonesia di Venice Biennale 2019 ini diselenggarakan oleh BEKRAF bersama Yayasan Design+Art Indonesia terbuka untuk publik hingga 24 November 2019.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Seniman di Balik Layar

Dikutip dari akun Instagram @lostverses2019, ada dua seniman yang berperan penting mewujudkan Paviliun Indonesia itu. Salah satunya, seniman perempuan bernama Syagini Ratna Wulan atau Cagi.

Ia adalah seniman asal Bandung yang karya-karyanya dikenal akan idiom-idiom visual yang non-linear dan dipenuhi dengan permainan akan fantasi, kesadaran, dan persepsi manusia.

Seniman kedua adalah Handiwirman Saputra atau Handi berasal dari Bukittinggi dan tinggal di Yogyakarta. Ia dikenal akan penggunaan ragam obyek sehari-hari dalam karyanya yang cenderung melawan tata-baku estetika dengan pilihan material dan teknis yang kaya.

Keduanya saling berkolaborasi bersama Asmudjo Jono Irianto (Kurator) dan Yacobus Ari Respati (KoKurator) dalam mengusung proses pemaknaan yang tidak tunggal dan berlangsung terus menerus. Dengan latar pendekatan artistik yang berbeda-beda, mereka menjadi representasi seni rupa kontemporer Indonesia di @labiennale 2019.