Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rokan Hilir, Provinsi Riau, akan kembali mengelar Festival Bakar Tongkang. Agenda tahunan tersebut berlangsung di Bagansiapi-api, 17-19 Juni mendatang.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Rokan Hulu, Drs. Yusmar mengatakan, festival ini merupakan tradisi kuno untuk mengenang para migran China pertama yang meninggalkan tanah air mereka dan menetap di Riau. Bakar tongkang atau kapal merupakan simbol berakhirnya pelayaran mereka.
“Moment ini dirayakan setiap tahun pada hari ke-16 bulan ke-5 menurut kalender China. Tradisi yang juga dikenal sebagai Go Gek Cap Lak ditandai dengan aksi membakar replika kapal tradisional Tiongkok sebagai puncak festival,” ujarnya, Jumat (31/5).
Advertisement
Bakar Tongkang adalah festival terbesar di Kabupaten Rokan Hilir. Selama acara berlangsung, ritual dan doa terus dilantunkan oleh para peserta di kuil utama. Diikuti prosesi budaya, berbagai atraksi oriental seperti barongsai, serta panggung hiburan. Kabarnya, pemain barongsai berasal dari Medan, Singkawang (Kalimantan Barat), Malaysia, dan Singapura yang juga membawakan lagu-lagu Hokkien.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani mengatakan, puncak festival merupakan detik-dtik yang selalu dinanti warga sekitar dan juga wisatawan. Saat itu dilakukan pembakaran replika tongkang, yang diiringi dengan perasaan cemas setiap penonton.
“Warga selalu harap-harap cemas, ke mana tiang utama akan jatuh. Warga percaya bahwa arah jatuhnya tiang akan menentukan nasib mereka di tahun mendatang. Jika tiang jatuh ke laut, mereka percaya keberuntungan sebagian besar akan datang dari laut. Tetapi ketika jatuh di darat, maka keberuntungan untuk tahun itu sebagian besar akan datang dari darat,” ungkapnya.
Festival bakar tongkang selalu digelar secara meriah dan totalitas. Replika kapal dapat berukuran hingga 8,5 meter, lebar 1,7 meter dan berat mencapai 400 kg. Kapal akan disimpan selama satu malam di Kuil Eng Hok King, diberkati, dan kemudian dibawa dalam prosesi melalui kota ke situs di mana akan dibakar.
Prosesi Tongkang juga melibatkan atraksi Tan Ki. Sejumlah orang menunjukkan kemampuan fisik mereka dengan menusuk diri dengan pisau atau tombak tajam. Namun, aksi tersebut tidak melukai meskipun senjata yang digunakan tajam. Aksi ini agak mirip dengan tradisi Tatung di Singkawang, Kalimantan Barat.
Asdep Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional I Kemenpar Dessy Ruhati menambahkan, tradisi bakar tongkang diyakini ada sejak tahun 1826. Festival ini berakar dalam sejarah ketika para imigran China pertama kali menginjakkan kaki di daerah yang sekarang dikenal sebagai Bagansiapi-api.
“Leluhur Bagansiapi-api dipercaya sebagai orang Tang-lang keturunan Hokkien. Berasal dari Distrik Tong'an (Tang Ua) di Xiamen, Provinsi Fujian, di China Selatan. Mereka meninggalkan tanah airnya dengan kapal yang memiliki pangkalan datar. Kapal itu biasa digunakan untuk mengangkut pasir dan mineral yang ditambang,” bebernya.
Awalnya, ada 3 kapal tongkang dalam ekspedisi. Namun hanya satu kapal yang mencapai pantai Sumatra. Dipimpin oleh Ang Mie Kui, kapal berhasil tiba di pantai Riau karena mengikuti kunang-kunang yang oleh warga lokal dikenal sebagai 'siapi-api'. Mereka lantas memutuskan untuk menetap di sini dan bersumpah tidak akan kembali ke tanah air mereka. Para migran ini pun membakar tongkangnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan, Festival Bakar Tongkang adalah event tahunan yang sarat akan budaya China. Karena itu, kegiatan ini sangat berpotensi menarik wisman asal Tiongkok maupun warga keturunan yang sudah bermukin di Indonesia. Dari tahun ke tahun, festival ini selalu meriah dan mendapat sambutan luar biasa dari warga setempat maupun pendatang.
“Yang menarik dari festival ini bukan hanya soal aksi bakar replika tongkang. Tetapi juga menyangkut asal-usul atau sejarah lahirnya Kabupaten Bagansiapi-api. Dengan kemasan yang menarik, atraksi ini pun menghadirkan sajian atau pertunjukan luar biasa,” kata mantan Dirut Telkom tersebut.
(*)