Liputan6.com, Jakarta - Pada awal tahun 1900-an, perempua tak punya peralatan seperti semprotan merica untuk melindungi diri dari orang jahat, termasuk para penjahat kelamin. Padahal, pelecehan seksual dikatakan cukup marak di tahun-tahun tersebut.
Melansir dari Bored Panda, Sabtu, 8 Juni 2019, kasus yang menimpa perempuan bernama Leoti Baker jadi salah satu contoh. Kala itu, perempuan muda tersebut tengah menjelah New York dengan naik kendaraan umum.
Di tengah perjalanan, Leoti menyadari ada lelaki yang terus menerus mendekat. Sebagaimana dideskripsikan, lelaki itu berusia lanjut dan berpakaian elegan layaknya orang terpelajar saat itu. Ketika jalan makin tak mulus dan membuat penumpang terpental, pelecehan seksual dialami Leoti.
Advertisement
Baca Juga
Lelaki tua tersebut mengambil kesempatan memegang bagian paha Leoti dengan satu tangan dan tangan lain menyentuh pundak. Ketika satu tangan sampai ke bagian belakang tubuhnya, Leoti dengan tangkas melepas pin topi dan menusukannya ke lengan lelaki tersebut.
Lelaki tua itu terkejut karena ditusuk memakai aksesori tersebut dan segera melepaskan diri dari Leoti, lalu turun di pemberhentian selanjutnya. Setelah dimuat di salah satu surat kabar, cerita pelecehan seksual yang dialami perempuan muncul dari berbagai wilayah di Amerika Serikat, bahkan dunia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menjelma Jadi Senjata Para Perempuan
Salah seorang pengguna Twitter, Jason Poole, baru-baru ini berbagi tentang sepotong sejarah pertahanan diri yang dilakuakn perempuan dari masa ke masa. Ia menulsikan bahwa perempuan mulai berani pergi sendiri di akhir abad 1800-an dan awal 1900.
Cerita Leoti merupakan inspirasi para perempuan menjadikan pin topi sebagai senjata mempertahakan diri. Seiring populer, laporan tentang orang tak bersalah ditusuk pin topi oleh tak sedikit perempuan makin marak.
Salah satunya adalah laporan tentang gadis 19 tahun yang secara tak sengaja menusuk kulit di bagian jantung kekasihnya. Juga, salah seorang lelaki asal New York yang tertusuk piin topi secara tak sengaja di bagian belakang telinga dan meninggal seminggu kemudian.
Kasus demi kasus yang bermunculan, mengingat ukuran pin topi makin besar dan dianggap tak wajar, membuat aksesori ini pada 1909 dinilai sebagai ancaman inernasional oleh pihak kepolisian Hamburg dan Paris.
Pada 1910, dewan kota Chicago menetapkan bahwa pin topi berukuran lebih dari 23 centimeter dilarang. Bagi siapapun yang melanggar akan dikenakan sanki pidana penjara dan denda sekitar 50 dolar Amerika, saat itu.
Deretan kebijakan ini menuai pro-kontra, di mana tak sedikit lelaki mendukung dan banyak juga perempuan yang menyuarakan kekecewaan mereka.
"Jika ingin melarang penggunaan pin topi, pastikan jalanan aman untuk perempuan, tak ada lelaki yang berhak mengatur bagaimana saya harus berbusana," tutur perwakilan dari beberapa perkumpulan perempuan, Nan Davis.
Suara-suara ini terus bermunculan, tapi tak membawa perubahan banyak. Pin topi mulai ditinggalkan dengan alasan mode, sementara peralatan perlindungan diri perempuan terus berkembang sampai sekarang.
Advertisement