Liputan6.com, Jakarta - Humas sekaligus Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengembuskan napas terakhir Guangzhou, China, Minggu, 7 Juli 2019 setelah berjuang melawan kanker paru-paru yang dideritanya sejak awal 2018.
Sutopo Purwo Nugroho semasa hidup kerap menyorot atensi publik. Tidak hanya karena ia total dalam bertugas, tetapi juga sangat aktif di media sosial dengan membagikan deretan unggahan di akun Instagram pribadi.
Salah satunya adalah potret masa muda saat masih kuliah semester 6 di Universitas Gajah Mada (UGM). Kala itu, gaya Sutopo khas anak muda era 90-an dengan rambut yang agak panjang di bagian belakang.
Advertisement
Suami Retno Utami Yulianingsih ini mengenakan jaket dengan warna merah, putih, dan hijau serta kancing-kancing bulat putih di bagian tengah. Tampilan itu dipadu celana panjang hitam.
Baca Juga
"Dilan 1991 asli dari Boyolali. Ini foto saat saya di depan rumah tahun 1991. Saat kuliah semester 6 di UGM. Jaket pinjam teman. Kuliah di UGM juga bukan pilihan pertama, tapi pilihan ketiga karena pilihan pertama dan kedua tidak diterima." tulisnya pada unggaham 3 Maret 2019 lalu.
Sutopo juga membagikan cerita soal dirinya yang hingga menyelesaikan kuliah belum pernah pacaran karena selalu ditolak. Meski begitu, karena giat belajar ia berhasil menyabet gelar lulus tercepat, termuda, terbaik, dan cum laude.
"Jadi hidup itu tak seindah isi cerita film Dilan dan Dilan 1991. Hidup itu penuh perjuangan. Yang harus diisi dengan kerja keras, belajar, tekun, rajin, pantang menyerah, punya tujuan, doa dan restu orangtua," lanjutnya.
Di akhir keterangan, Sutopo Purwo Nugroho turut memberi pesan untuk jangan mengisi masa muda dengan hura-hura, santai, dan tanpa tujuan. Semangat harus tetap berkobar dan selalu bayangkan betapa bahagianya orangtua saat hadir di wisuda.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Curahan Hati Kegundahan Sutopo Saat Kuliah
Melalui media sosial, Sutopo Purwo Nugroho tidak jarang membagikan cerita hingga curahan hati yang menyentuh dan memotivasi. Satu di antaranya adalah catatan masa muda yang ditulis pada 1993 silam.
Kisah Sutopo kala itu adalah bagaimana ia yang pernah mengalami patah semangat menyelesaikan skripsi, mengabaikannya, hingga insaf untuk merampungkannya. Bukan tanpa alasan, hal itu dipicu oleh data yang sulit diperoleh, sampai gagal statistik multivariat, dan permintaan dosen pembimbing juga aneh.
Dalam catatan yang ditulis pada Mei 1993 silam, Sutopo menuliskan ungkapan permintaan maaf kepada kedua orangtuanya atas semua kesalah yang telah diperbuat.
"Maafkan semua kebohongan, melalaikan kewajiban, tidak menomorsatukan studi, dan terlena dengan keindahan-keindahan sesaat tanoa mau menengok ke belakang betapa sulit dan beratnya Bapak, Ibu membiayaku sehingga semuanya sia-sia," tulisnya.
Pria asal Boyolali itu juga mengaku sempat meninggalkan skripsi dengan penuh rasa bingung. Ingin menggantu tema yang disebutnya tanggung hingga berbulan-bulan penuh ketidakpastian juga tak ada kemajuan.
"Saat ditanya orangtua, "Kamu kapan wisuda? Jangan lama-lama kuliahnya karena biayanya mahal. Adikmu juga bayar SPPnya mahal. Apalagi adikmu kuliah di swasta lebih mahal," lanjutnya.
Semua catatan soal kegundahannya saat skripsi tertuang dalam blocknote Mei 1993 yang merupakan pemberian temannya dari Universitas Indonesia.
"Jadi jangan patah semangat. Saat ada hambatan menyelesaikan skripsi. Ingst selalu orangtua. Bayangkan mereka hadir di tengah wisuda. Pasti bahagia," tutup Sutopo.
Advertisement