Liputan6.com, Jakarta - Seorang teman berkata sekarang makin sulit menemukan mi kopyok di Semarang. Jadi, saya disebut beruntung bisa mencicipi makanan khas kota lumpia itu saat berkunjung ke Hotel Aston Inn Pandanaran, akhir pekan lalu.
Pelayan sigap meracik bahan-bahan dalam mangkuk putih. Ada mi kuning, lontong, tauge, potongan tahu, dan kerupuk gendar yang ditaburi bawang goreng, seledri, dan bumbu bawang putih. Terakhir, kuah bening dituang ke dalam mangkuk.
Bagaimana rasanya? Gurih dan ringan di tenggorokan. Sementara, tauge menambah tekstur dalam hidangan mi kopyok. Kandungan dua jenis karbohidrat dan protein dari tahu di dalamnya mengenyangkan perut saya pagi itu.
Advertisement
Baca Juga
Marketing Communication Hotel Aston Inn Pandanaran Semarang, Krisdiar Porandita mengatakan mi kopyok belum setenar makanan khas setempat, seperti tahu gimbal, lumpia, dan tahu pong, di kalangan warga luar Semarang. Karena itu, menu tersebut dipilih menjadi salah satu hidangan sarapan di restoran yang berada di rooftop.
"Pemilihan Mie Kopyok sebagai salah satu menu breakfast adalah sebagai bentuk kami untuk memperkenalkan dan mempopulerkan kepada tamu hotel, khususnya yang berasal dari luar kota Semarang serta melestarikan kuliner tradisional khas Semarang," kata Pora, biasa disapa, kepada Liputan6.com.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Asal Mula Mi Kopyok
Mi kopyok di hotel tersebut disajikan antara pukul 06.00--10.00 WIB. Anda bisa menikmati menu tradisional Semarang tersebut sambil menikmati pemandangan kota dari ketinggian.
Pora menerangkan, mi kopyok dulunya sering juga disebut mi teng teng. Itu lantaran penjualnya suka memukul piring dan berbunyi teng-teng-teng saat menawarkan dagangannya.
Tapi kini, mi kopyok juga dijual di tempat yang menetap. Salah satunya yang terkenal adalah Mi Kopyok Pak Dhuwur. Dilansir dari laman travelingyuk.com, mi kopyok di tempat ini tak menggunakan kaldu daging sama sekali.
Advertisement