Liputan6.com, Jakarta - Mengkhawatirkan, begitu komentar peneliti LIPI sekaligus anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rachmat Fajar Lubis saat mengomentari pengetahuan anak-anak sekolah dasar (SD) di Jakarta soal sumber air bersih.
"Mereka bilang sumber air bersih dari keran," ujarnya dalam jumpa pers peluncuran Mizuiku di Jakarta, Senin, 22 Juli 2019.
Advertisement
Baca Juga
Ia tak bisa menyalahkan anak-anak sepenuhnya. Kondisi lingkungan lah yang membentuk pola pikir itu. Hal itu, kata dia, bisa disebabkan oleh muatan lokal yang jarang diajarkan di dalam kelas.
"Kebayang kalau mereka diajak ke hutan, disuruh cari air bersih, seharian enggak akan dapat karena enggak nemu keran," katanya.
Untuk itu, langkah mendasar yang perlu diajarkan pada anak-anak adalah mengenalkan sumber air bersih berdasarkan kondisi tempat tinggal masing-masing. Orangtua dan guru memegang peran penting.
"Edukasikan dengan baik. Kalau sudah edukasi, mereka bisa melestarikan dengan baik," ucap Fajar.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
3 Langkah Pengajaran
Sementara itu, psikolog klinis Kassandra Putranto menyebut anak-anak usia 10-12 tahun paling ideal untuk menjadi agen perubahan bagi sekitarnya. Pasalnya, mereka sudah memahami keterampilan berpikir abstrak.
Ada tiga tahap yang perlu dilakukan agar anak-anak bisa mengubah lingkungan sekitarnya mengenai air bersih. Pertama, membuat anak-anak mengetahui sumber dan pentingnya keberadaan air bersih.
Selanjutnya, mereka dibangun kemauannya untuk melestarikan air bersih. Banyak caranya, bisa melalui visualisasi yang menarik, nyanyian, hingga turun ke lapangan.
Terakhir, anak-anak diberikan keterampilan untuk memengaruhi sekitarnya untuk berbuat kebaikan. Hal itu pernah dibuktikannya saat mengisi sesi trauma anak-anak korban banjir di Jakarta.
"Saat ditanyakan, siapa yang sering buang sampah sembarangan? Mereka bilang mama. Saat itu, mereka bisa bilang agar mamanya tak lagi buang sampah sembarangan," tuturnya.
Advertisement
3 Sesi Mizuiku
Mizuiku adalah program pengajaran tentang pelestarian air yang diinisiasi oleh Suntory. Evelyn Indriani, Head of Corporate Relations & Communication Suntory Garuda Beverage, mengatakan program tersebut diujicobakan pertama kali di Indonesia di Gowa, Sulawesi Selatan.
Sebanyak 300 anak SD dan 200 guru dilibatkan dalam program yang terbagi dalam tiga sesi tersebut. Masing-masing sesi berdurasi 45 menit yang dilakukan baik di dalam maupun di luar ruang.
"Modul Mizuiku juga mencakup cara-cara pelestarian air bersih sederhana, seperti penghijauan, penyaringan air, dan biopori. Mizuiku juga mengajak anak-anak untuk mengunjungi pabrik kami yang terdekat untuk melihat proses produksi dan pengolahan air," katanya.
Selain itu, sebagai bagian dari Mizuiku, SGB juga membangun atau memperbaiki fasilitas cuci tangan, akses air, dan kamar kecil guna meningkatkan sanitasi bagi anak-anak. Pada Agustus--Desember 2019, program itu akan diterapkan di tiga kota lainnya, yakni Tangerang, Sidoarjo, dan Banjarbaru, yang ditargetkan menjangkau total 700 anak SD dan 300 guru.
"Tantangan kami adalah bagaimana program ini terus berkesinambungan di sekolah-sekolah, tidak berhenti setelah program usai," ujar Evelyn.