Liputan6.com, Jakarta - Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi pada Jumat, 26 Juli 2019 pukul 15.48 WIB. Berdasarkan informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), tinggi kolom abu teramati sekitar 200 meter di atas puncak.
Pascaerupsi Gunung Tangkuban Parahu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Barat melalui akun Instagram resmi @bpbd_jabar menjelaskan ada dua jenis bahaya erupsi gunung api yakni bahaya primer dan sekunder.
"Awan panas adalah aliran material vulkanik panas yang terdiri ata batuan berat, ringan (berongga) lava masif, dan butiran klasik yang pergerakannya dipengarungi gravitasi dan cenderung mengalir melalui lembah," demikian keterangan yang tertulis diunggahan pada 26 Juli 2019.
Advertisement
Baca Juga
BPBD Jabar melanjutkan bahaya tersebut adalah campuran material erupsi antara gas dan bebatuan yang terdorong ke bawah akibat densitas tinggi. Suhu material bisa mencapai 300-700 celcius, kecepatan awan panas lebih dari 70 km per jam.
"Aliran lava adalah magma yang meleleh ke permukaan bumi melalui rekahan, suhunya > 10.000 celcius dan dapat merusak segala bentuk infrastruktur," jelas BPBD Jabar.
Bahaya selanjutnya adalah gas beracun, gas vulkanik yang dapat mematikan seketika apabila terhidup tubuh. Gas tersebut antara lain Co2, So2, H2S, HCl, HF, H2SO4, gas tersebut biasanya tidak berwarna dan tidak berbau.
Bahaya selanjutnya adalah Lontaran material atau pilar. Lontaran material terjadi ketika letusan magmatic berlangsung. Suhu mencapai 200 celcius, diameter lebih dari 10 cm dengan daya lontar ratusan kilometer. Ada pula hujan abu, material abu tampak halus dan bergerak sesuai arah angin.
"Lahar letusan terjadi apda gunung berapi yang mempunyai danau kawah, terjadi bersamaan saat letusan. Air bercampur material lepas gunung berapi mengalir dan bentuk banjir lahar," tulis BPBD Jabar.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tingkat Status Gunung Api
Selain soal bahaya erupsi gunung api, BPBD Jabar juga memberikan penjabaran terkait tingkat status gunung api yang terbagi atas empat tingkat status atau level.
Level I atau istilah dalam bahasa disebut Normal di mana aktivitas gunung api berdasarkan pengamatan hasil visual, kegempaan, dan gejala vulkanik lain, tidak memperlihatkan adanya kelainan.
Berlanjut ke level II atau Siaga merupakan peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan, dan gejala vulkanik lain.
Level III atau Waspada, peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual atau pemeriksaan kawah, kegempaan, dan metode lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan.
Sementara level IV atau Awas, tingkatan yang menunjukkan jelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu atau asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama.
Advertisement