Liputan6.com, Jakarta Ada yang unik dan ditunggu dari pagelaran seni dan budaya Dieng Culture Festival 2019. Anak-anak yang berambut gimbal atau disebut anak bajang dicukur di Komplek Candi Arjuna, Dieng Kulon, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Acara yang diberi nama Ritual Adat Pencukuran Rambut Gembel, diikuti 11 anak. Mereka berasal dari berbagai daerah. Selain lokal Banjarnegara, peserta datang juga dari Wonosobo, Batang, bahkan Jakarta. Prosesinya sangat sakral. Kental dengan nuansa adat Jawa. Belum lagi, beragam kudangan atau permintaan unik para anak gembel yang kadang di luar nalar.
“Keberadaan anak-anak dengan rambut gimbal atau rambut gembel menjadi daya tarik unik Dieng Culture Festival. Prosesi ini banyak dinanti. Publik penasaran dengan fakta rambut gembel. Sebab, setelah ritual dilakukan biasanya rambut anak kembali normal,” ungkap Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani, Minggu (4/8).
Advertisement
Dalam mitologi Dieng, rambut gembel tersebut dinilai sebagai titisan para leluhur Dieng Plateau. Untuk anak putra, rambut gembel sebagai tanda titisan Kiai Kaladete. Yaitu, Penguasa Dataran Tinggi Dieng dan bersemayam di Telaga Balaikambang. Adapun rambut gembel pada anak putri dinilai sebagai titisan Nyai Dewi Roro Ronce, abdi penguasa Pantai Selatan Nyai Roro Kidul.
“Kepercayaan tersebut menjadi kearifan lokal yang luar biasa. Semakin menguatkan posisi festival dan Dieng sebagai destinasi menarik,” kata Rizki lagi.
Ritual ini dipandu oleh pemangku adat. Diawali dengan memotong rambut gembel anak bernama Sakura Al Zahwa Agustin. Dia tercatat sebagai warga Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebagai mahar, sang anak minta kudangan berupa uang tunai Rp4 Juta.
Berikutnya, ada Laela Nur Afifah yang meminta bakso, sepeda oranye, dan handphone. Keunikan juga diberikan oleh Kayang Ayuningtyas N. Permintaannya berupa es krim warna cokelat. Es krim tersebut identik dengan kesehariannya. Lain anak pun berbeda permintaan.
Alifah contohnya yang memiliki permintaan berupa 2 ekor kambing. Beragam permintaan makin unik, sebab ada yang meminta cambuk, lintingan, dan topeng. Bahkan, uang Rp2 Ribu pun cukup sebagai kudangannya.
“Dieng kaya dengan warna tradisi dan budaya. Rambut gembel dengan ritualnya akan terus lestari dan salah satunya melalui festival ini. Fenomena rambut gembel akan selalu menyita perhatian. Kekayaan ini menjadi value terbaik destinasi Dieng,” papar Ketua Tim Pelaksana CoE Kemenpar Esthy Reko Astuty.
Menegaskan valuenya, beberapa keunikan dimiliki kudangan anak-anak yang menjalani ritual. Sebut saja Hanifah Rasidah. Kudangannya menarik, yaitu liburan ke pantai bersama keluarga. Kudangan ini akan dipenuhi usai ritual. Nantinya keseluruhan biaya ditanggung oleh panitia Dieng Cuture Festival. Pemintaan tidak lazim datang dari Syifa dengan kudangan kentut 1 plastik plus sebutir telur puyuh.
“Ritual seperti ini menjadi budaya yang harus dijaga. Sebab, kesemuanya menjadi gambaran peradaban dan kemajuan di Dieng. Apa yang diminta oleh anak-anak ini harus dilakukan. Sebab, itu bagian dari kewajiban yang harus dipenuhi dalam ritual adat. Yang jelas, rangkaian kesemuanya membawa banyak sisi positif untuk Dieng,” jelas Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen.
Kesakralan prosesi adat pencukuran pun semakin kental dengan suara gending Jawa dan suluknya. Ada ‘mantra’ yang diucapkan guna mengawali prosesi. Pengantarnya seperti, ‘Sang maha wiku, pangaksama tusadyo, loka pati pitaka, katemah bagya’.
Lanjutannya, ‘pangeranku imam banyu putih witapa, banyu abang seka si biyung, adem tan winasa’. Beberapa doa yang dipanjatkan, seperti ‘ya marani nira maya’ yang berarti dijauhkan siapapun yang akan berbuat jahat. Lanjutannya, ‘ya silapa palasia’ dengan maksud orang yang menyebabkan kelaparan justru memberikan makannya. Atau, ‘jamiroda doramiya’ dengan arti mereka yang suka memaksa justru memberikan kebebasan.
“Ritual Adat Pencukuran Rambut Gembel sangat menarik. Ada warna religi yang kental di sana. Dieng akan selalu hidup dengan beragam tradisinya, termasuk terkait rambut gembel. Ada banyak makna yang bisa dipelajari oleh wisatawan. Sebab, semua yang dilakukan bisa menjadi pembelajaran positif,” tutup Menteri Pariwisata Arief Yahya.