Sukses

Tiwul, Makanan Penyelamat Orang Indonesia yang Kerap Dipandang Sebelah Mata

Tiwul sering dianggap sebagai makanan zaman penjajahan Jepang, tetapi ternyata sejarahnya jauh lebih lama dari itu.

Liputan6.com, Jakarta - Ketika menyebut tiwul, kebanyakan masyarakat bakal mengasosiasikannya dengan makanan kaum miskin. Tidak salah juga mengingat makanan itu hadir sebagai solusi saat stok nasi menipis pada masa penjajahan, terutama masa penjajahan Jepang. Maka, tak salah membahas makanan ini dalam suasana HUT ke-74 RI.

Sejarawan Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman menyebut panganan tersebut eksis di Indonesia sejak 1930an. Tapi, sejarah singkong sebagai bahan utama tiwul di Indonesia sudah ada sejak lama. Bibitnya dibawa oleh pengembara Spanyol dan Portugis, kemudian dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia.

Tak dinyana, singkong tumbuh subur di daerah kering, termasuk di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta. Singkong dipilih karena lebih mudah ditanam serta tidak memerlukan perawatan khusus seperti padi.

Oleh masyarakat Wonogiri, Wonosobo, dan Gunungkidul, singkong kemudian diolah menjadi tiwul. Mereka awalnya mengeringkan dan menumbuk singkong hingga menjadi tepung, kemudian dikukus.

Rasa tiwul yang kasang atau kering lalu diakali dengan beragam bahan, seperti gula merah, kelapa parut, dan taburan gula. Ada pula yang mencampurkannya dengan nasi untuk mencegah kembung setelah mengonsumsi tiwul.

Nasi tiwul ini juga dapat ditambahkan makanan pendamping agar rasa kasangnya semakin pudar. "Biasanya masyarakat Jawa menambahkan tempe, tahu dan ikan pada campuran nasi dan tiwul ini," ungkap Fadly kepada Liputan6.com, Jumat, 16 Agustus 2019. Saat ini, tiwul bahkan diolah menjadi nasi goreng yang tak kalah nikmat dan gurih.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bukti Keberagaman Pangan Pokok Indonesia

Hingga kini, banyak orang Indonesia menggantungkan makanan pokoknya pada beras. Padahal berdasarkan data Kementerian Pertanian, olahan singkong dan jagung juga bisa menjadi makanan yang kita makan sehari-hari.

Gizi dari singkong dan jagung tak kalah dengan nasi. Keduanya sama-sama mengandung karbohidrat, lemak, energi dan protein yang cukup tinggi kandungannya.

Presiden ke-1 RI, Sukarno bahkan sempat mendorong masyarakat Indonesia untuk mendiversifikasi pangan pada masa Orde Lama. Ia merasa perlu mengakali pengadaan pangan pokok Indonesia dengan jagung dan singkong sehingga Indonesia tidak perlu mengimpor beras dari luar negeri.

Fadly juga menyetujui ide dari Bung Karno tersebut. Dia mengatakan bahwa masyarakat masih terpatok pikirannya bahwa nasi adalah makanan pokok, padahal Indonesia memiliki banyak potensi untuk mencari makanan pengganti nasi.

"Tiwul merupakan bukti keberagaman pangan pokok Indonesia," tambah Fadly lagi. (Novi Thedora)