Liputan6.com, Jakarta - Katyana Wardhana baru berusia 17 tahun ketika menggagas Komunitas Sudah Dong pada pertengahan Juni 2014. Concern pada fenomena perundungan yang bisa dikatakan sudah mendarah daging jadi pemicu utama.
"Katyana cerita, waktu itu lagi kerjain proyek dari sekolah. Ketemu sama ibu pemulung yang anaknya jadi korban perundungan sampai nggak mau sekolah lagi. Mau pindah sekolah, mereka kan terbatas ya. Jadi, terpaksa putus sekolah," kata salah seorang volunteer Komunitas Sudah Dong Fabelyn Baby Walean di bilangan Jakarta Pusat, Rabu, 28 Agustus 2019.
Dari situ, Katyana mulai mencari tahu lebih jauh bahasan tentang perundungan, terutama bahayanya. Bertemu orang-orang dengan misi yang sama membuat mereka akhirnya memutuskan mendirikan Sudah Dong. "Kami mau nama yang catchy, yang bikin orang jadi penasaran," tambahnya.
Advertisement
Memulai kampanye secara online dengan membuat akun di sejumlah media sosial, cita-cita Sudah Dong kala itu sesederhana meningkatkan kesadaran gerakan antiperundungan, sekaligus mencegah pembiasaan tindakan tak terpuji ini.
Baca Juga
Kunjungan pertama yang dilakukan Sudah Dong terjadi beberapa bulan setelah dibentuk. "Waktu itu kami ke panti asuhan. Kasih workshop tentang antiperundungan. Bilang bahwa ngejek teman dan dia nggak suka, itu sudah termasuk perundungan. Ternyata anak-anak banyak tidak tahu tindakan mana yang masuk kategori perundungan," cerita Fabelyn.
Seiring pengikut bertambah di media sosial, Sudah Dong kemudian diundang ke berbagai sekolah untuk memberi workshop tentang gerakan antiperundungan. Awalnya, cerita Fabelyn, mereka ragu apakah bisa memberi materi dengan cara pernyampaian tepat.
"Tapi, ternyata karena kami berjarak usia tidak terlalu jauh, anak-anak lebih rileks. Jadi, kayak kakak. Bicaranya lebih santai. Semoga jadi bisa lebih ditangkap apa yang disuarakan," katanya.
Gerakan ini mengekspansi dengan tawaran dari sekian banyak orang di luar kota yang mau membantu di bawah bendera Sudah Dong. Hingga kini, terhitung tujuh kota, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Banda Aceh, Palembang, dan Banjarmasin, yang sudah dijangkau Sudah Dong.
"Kami juga nggak sangka total di tujuh kota itu volunteer kami sudah ada sampai empat ribu orang," tuturnya. Jumlah ini dianggap Fabelyn membuat lebih banyak mulut terus menyebarkan bahaya perundungan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Putus Mata Rantai
Program yang dijalani membuat gerakan antiperundungan Sudah Dong kebanyakan berhubungan dengan anak sekolah, baik tingkat SD, SMP, maupun SMA. "Kami juga pernah kasih workshop buat anak TK dan PAUD. Tapi, caranya pasti beda. Lebih story telling, pakai komik buatan volunteer kami," kata Fabelyn.
Serius memutus mata rantai perundungan, Sudah Dong juga memberi materi gerakan antiperundungan bagi orangtua dan tenaga pengajar. "Aku juga sampai sekarang masih sering kontakan sama guru BK di beberapa sekolah," sambungnya.
Sementara untuk bergabung jadi sukarelawan Sudah Dong, Fabelyn mengatakan, mereka yang berminat tinggal daftar di situs resmi Sudah Dong. Selama ini, sukarelawan biasanya dibawa teman-teman volunteer yang sudah lebih dulu bergabung.
Menjalani ragam program selama bertahun-tahun, Sudah Dong mengaku memang belum membuktikan apakah tingkat perundungan sudah menurun. Tapi, yang jelas mereka tahu, sudah makin banyak orang sadar dan ikut menyebarkan gerakan antiperundungan.
Advertisement