Sukses

Cerita Perempuan Tangguh Papua dalam Film Dokumenter Ekspedisi Nusa Manggala LIPI

Ekspedisi Nusa Manggala yang dilakukan LIPI mengunjungi delapan pulau terluar Indonesia yang berlokasi di Papua.

Liputan6.com, Jakarta - Ekspedisi Nusa Manggala adalah perjalanan 55 peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk meneliti kawasan perbatasan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang berada di Papua Barat. Perjalanan itu dirangkum dalam film dokumenter berdurasi sekitar 51 menit.

Menggunakan Kapal Baruna Jaya VIII, para peneliti singgah ke delapan pulau terluar Indonesia yang masuk wilayah Papua Barat. Kawasan itu dipilih lantaran kekayaan keragaman hayati yang dimiliki dan posisi strategisnya bagi Indonesia.

Ada empat tema penelitian yang digarap para peneliti selama 49 hari ekspedisi. Salah satu di antaranya adalah mengamati kondisi para penduduk yang tinggal di beberapa pulau terluar.

Tidak semua pulau terluar itu berpenghuni, kebanyakan masyarakat tinggal di Pulau Brass, Pulau Befondi, dan Pulau Liki. Kebanyakan pria menggantungkan hidup sebagai nelayan atau bercocok tanam di pulau lain. Sementara, para perempuan Papua bertanggung jawab urusan domestik.

Peneliti Studi Frontir, Perbatasan, dan Properti Budaya LIPI, I Wayan Suyadnya menyebut perempuan Papua memiliki posisi spesial dalam masyarakat. Mereka bertangggung jawab mempertahankan kehidupan, utamanya merawat anak dan mencari nafkah.

"Di masyarakat Papua, perempuan itu dianggap memiliki peran sebagai pekerja yang tangguh," ujar Wayan.

Ketangguhan mereka diperlihatkan lewat salah satu adegan. Seorang perempuan berambut keriting sebahu begitu lincah memanjat pohon kelapa dengan tangan kosong dan mengambil buahnya untuk diolah menjadi makanan keluarga.

"Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai petani," kata dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Apa Fungsi Lelaki?

Bila para perempuan Papua sibuk mengurusi masalah domestik, bagaimana dengan para prianya? Wayan menyebut para lelaki dipersiapkan untuk kehidupan yang lebih keras.

"Seperti berperang dengan suku-suku lain," kata dia.

Tapi, perang bukan lagi kegiatan rutin. Meski para perempuan memiliki tugas mencari nafkah, lelaki Papua juga tak hanya duduk berpangku tangan. Mereka, khususnya penduduk di Pulau Brass, Pulau Befondi, dan Pulau Liki, kebanyakan bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat.

"Fungsi laki-laki itu lebih kepada mempertahankan kehormatan suku atau famili mereka," ujar Wayan.

Walau kebanyakan menggantungkan hidup dari lalut, para nelayan Papua itu juga menjadi garda terdepan melestarikan lingkungan. Mereka memiliki kearifan lokal yang disebut sasi, yakni larangan bersifat hukum adat dalam mengambil hasil sumber daya alam tertentu untuk pelestarian, termasuk hutan mangrove di wilayah itu.