Sukses

Berburu Aneka Kue Basah nan Murah di Pasar Kue Subuh Melawai

Tak hanya merasakan manis dan gurih dari aneka kue basah, Anda juga bisa menemukan cerita getir dari sejumlah pedagang Kue Subuh Melawai.

Liputan6.com, Jakarta - Waktu baru menunjukkan pukul 06.00 WIB, tapi kepadatan kota Jakarta sudah mulai terlihat. Di sela-sela kepadatannya sebagai kota metropolitan, salah satu kawasan di daerah Blok M masih mempertahankan ketradisionalannya. Pasalnya, kawasan yang terletak di Jl. Melawai ini terdapat Pasar Kue Subuh Melawai yang menjual berbagai macam jajanan pasar tradisional.

Saat memasuki area pasar, hal pertama yang Anda lihat adalah hamparan kue-kue yang disusun di spot lesehan puluhan pedagang. Anda akan dibuat tergiur dengan macam-macam pilihan kue basah seperti bika ambon, kue lapis, bolu, hingga kue wajit.

Tak hanya itu, berbagai jenis gorengan juga bisa Anda nikmati di sini. Ada tempe goreng, rogut, pastel dan risol yang dapat Anda makan selagi hangat karena baru saja diangkat dari penggorengan.

Pasar Kue Subuh Melawai ini sudah berdiri sejak akhir 1960-an dan masih bertahan hingga kini meskipun persaingan dengan supermarket dan jajanan masa kini semakin ketat. Kendati demikian, rasa khas dari setiap jajanan tradisional Indonesia akan membekas dan membuat orang tidak rela meninggalkannya.

Salah satu pedagang kue bolu, Erny telah berdagang di pasar ini sejak 20 tahun lebih. Awalnya, dia hanya membantu usaha orangtuanya. Baru sejak 15 tahun terakhir, Erny mengelola lapak usaha ini sendiri. Ia mengaku semua kue buatannya asli bikinan tangan sendiri dan tanpa ada bahan pengawet.

Ia berjualan di pasar ini setiap hari dan mulai buka pukul 03.00 hingga pukul 08.00. Meskipun buka saat subuh, kue bolu buatannya tetap sudah ada yang membeli.

"Biasa kalau jam 3 yang datang itu langganan," ujar Erny saat ditemui di Pasar Kue Subuh Melawai pada Jumat, 13 September 2019.

Harga yang ditawarkan juga sangat terjangkau, kue lapis, lemper ukuran kecil, dan pastel rata-rata harganya Rp1.000. Kue wajit, lemper ukuran besar, dan onde-onde dihargai Rp2.000. Sementara, kue bolu tanpa pengawet dihargai Rp2.500.

Tak heran, tempat ini menjadi surga bagi para pencinta kue tradisional. Banyak pengunjung yang membeli kue hanya untuk konsumsi pribadi, ada juga yang membeli dengan jumlah banyak untuk dijualkan kembali. Salah satu pengunjung, Sinta mengaku bahwa dirinya masih kerap membeli kue untuk sarapannya sebelum berangkat kerja.

"Biasanya saya beli lemper sama bolu. Cuma buat dimakan sendiri sih, kan lumayan buat sarapan. Murah juga," ungkap Sinta.

Transaksi dengan cara yang tradisional, yakni dengan uang tunai dan bisa menawar jika membeli grosir juga menjadi keunggulan lain dari tempat ini.

"Kadang beli 50 atau 30, buat orang kantor. Murah dan enak, jadi memang langganan di sini," kata Toro, salah satu pembeli kue secara grosir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Penjualan Menurun

Meski masih banyak orang yang membeli, minat pembeli sudah mulai menurun jika dibandingkan 10 tahun lalu. Sejak awal, pendapatan utama dari para pedagang memang mengandalkan penjualan grosir. Hal ini diungkapkan oleh Erny pula.

"Kalau dulu seenggaknya langganan bisa ngambil sampai ratusan atau ribuan. Kalau sekarang paling cuma 30 biji, 50 biji," tutur Erny kepada Liputan6.com.

Erny menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan turunnya penjualan adalah pola konsumsi masyarakat itu sendiri. Dia merasa bahwa kini masyarakat lebih menyukai gorengan dari pada kue basah.

Selain itu, persaingan harga dengan penjual lain juga menjadi tantangan. Terlebih, harga yang diberikan oleh Erny memang sedikit lebih tinggi dibanding pedagang lainnya, mengingat dirinya tidak menggunakan pengawet.

"Sini kan ada penjual yang cuma ambil dari pabrik, jadi ada yang jual murah-murah. Kan tadi ada yang seribuan, kalau aku bikin sendiri," keluh Erny lagi.

Beberapa pedagang di sini juga mengaku mengalami hal yang sama. Pasar hanya akan lebih ramai saat hari Jumat hingga Minggu.

"Itu banyak biasa buat Jumat Barokah gitu kan," ucap Atin, salah satu penjual di Pasar Kue Subuh Melawai.

Erny mengaku bahwa jika kue dagangannya tidak habis, dia kerap membagikan sisanya kepada sesama penjual. Begitu juga dengan penjual lainnya.

(Novi Thedora)