Sukses

Cerita Akhir Pekan: Sejarah Pariwisata Bali dari Masa ke Masa

Bali mempunyai sejarah pariwisata tersendiri yang tak lepas dari era kolonial. Seperti apa sejarah pariwisata Bali?

Liputan6.com, Jakarta - Bali menjadi salah satu destinasi wisata yang sangat terkenal, baik oleh masyarakat Indonesia maupun di wisatawan mancanegara. Keindahan Bali membuat munculnya banyak komentar bahwa tak lengkap berkunjung ke Indonesia tanpa ke Bali. Hingga banyak orang yang menyebut Bali sebagai 'sorga wisata'.

Nyoman Sukma Arida, dosen pariwisata Universitas Udayana, Bali mengatakan, pada 1920-1930 Ubud mulai menjadi desa tempat mukim beberapa seniman pelukis dan penulis Barat.

"Puri Ubud menyediakan tempat tinggal mereka. Hal ini lama-lama diikuti oleh beberapa warga yang membuka homestay," ujar Nyoman saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 20 September 2019.

Jauh sebelumnya, seperti ditulis antropolog asal Prancis, Michel Picard, dalam buku Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata mengungkapkan, asal-usul pariwisata Bali karena keterbukaan pulau itu terhadap dunia luar.

Langkah awal pariwisata Nusantara dimulai pada 1908 saat jatuhnya raja Bali terakhir di hadapan tentara kolonial Belanda. Pada tahun itu, perwakilan berbagai bank, perusahaan asuransi, perkeretaapian, serta maskapai pelayaran, di antaranya KPM atau Maskapai Pelayaran Kerajaan.

Maskapi tersebut menikmati posisi monopoli jalur-jalur pelayaran antarpulau mendirikan di Batavia suatu asosiasi yang mengatur lalulintas pariwisata di Hindia Belanda.

Menurut Picard, wisatawan baru mulai berdatangan di Bali secara khusus pada 1924, setelah dibuka suatu pelayaran mingguan antara Singapura, Batavia, Semarang, dan Surabaya ke Buleleng (pelabuhan Singaraja) dan ke Makassar.

KPM bersedia menerima penimpang di atas kapal-kapal yang sebelumnya dikirim ke Buleleng untuk mengangkut kopra, kopi, sapi, dan terutama babi. Hal terakhir ini menyebabkan jalur pelayaran, yang nama resminya adalah Bali Express.

2 dari 2 halaman

Lima Bali Baru

KPM membuka Bali Hotel sebagai pengganti pesanggrahan Denpasar pada 1928. Setelah itu, pesanggrahan Kintamani dibenani, khusus buat wisatawan yang ingin menikmati keindahan Danau Batur yang memesona. Selanjutnya dibuka jalur penerbangan antara Surabaya dan Bali pada 1933.

Picard menulis, pada 1934 dibuka pelayaran bolak-bali setiap hari dengan kapal feri antara Gilimanuk, di pengujung barat Bali dan Banyuwangi di pengujung timur Pulau Jawa. Pada tahun itu jumlah kunjungan wisatawan mencapai 3 ribu per tahun.

Seiring waktu berjalan, pada 1963 Presiden Soekarno meminta untuk membangun sebuah hotel bergengsi di Pantai Sanur, yaitu Hotel Bali Beach dan diresmikan pada 1966.

Selama Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I, ungkap Picard, jumlah kunjungan wisatawan meningkat dari 51 ribu pada 1968 menjadi 270 ribu pada 1973. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, sejak Repelita V pada 1989 usaha promosi digencarkan dengan kampanye Sadar Wisata dengan Sapta Pesona-nya, yaitu keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahtamahan, dan kenangan.

Sementara itu, kunjungan wisatawan ke Bali mencapai angka 2,5 juta pada 1994. Berdasarkan data statistik, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, jumlah kunjungan wisatawan ke Bali terus meningkat. Pada 2018, jumlah wisatawan ke Bali mencapai 6 juta lebih.

Selain berperan sebagai  etalase maupun sebagai teladan buat pembangunan pariwisata Indonesia, Bali juga sebagai umpan merangkap pusat penyebaran wisatawan asing ke seluruh Nusantara. Salah satunya dengan program pengembangan pembangunan lima pariwisata,  Bali baru atau destinasi wisata superpriioritas, yang meliputi Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.