Sukses

Trip Singkat ke Bantar Gebang, Bikin Sadar Tak Mau Asal Buang Sampah Lagi

Di tengah gunungan sampah, warga Bantar Gebang makan, minum, dan beraktivitas seperti biasa seolah sudah kebal dengan bau.

Liputan6.com, Jakarta - Mengisi akhir pekan dengan pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan adalah hal yang biasa. Tapi bila Anda menghabiskan akhir pekan dengan trip singkat ke Bantar Gebang, tentu meninggalkan kesan yang mendalam.

Pada Minggu, 22 September 2019, Sustainable Indonesia berkolaborasi dengan BGBJ (Bantar Gebang Biji) dan Kerta Bumi membuka Edutrip Bantar Gebang ke-6. Sebanyak 32 peserta berkumpul untuk diajak berkeliling melihat suasana padatnya sampah di tempat pembuangan akhir bagi warga Jakarta dan sekitarnya itu.

Bantar Gebang adalah nama sebuah kecamatan di kota Bekasi yang 110 hektare tanahnya sudah dijadikan tempat pembuangan sampah. Tak heran, hampir seluruh penduduk di daerah ini berprofesi sebagai pemulung dan menjadikan sampah sebagai ladang bisnis yang menguntungkan.

"Harapan saya setelah edutrip ini, semoga kalian merasakan hal sama seperti saat saya pertama kali datang ke sini, yaitu enggan membuang sampah sembarangan lagi," kata Nada Arini, salah satu Pendiri Sustainable Indonesia, kepada para peserta edutrip saat pembukaan acara.

Sustainable Indonesia ini didirikan oleh tiga ibu rumah tangga, yakni Nada Arini, Lena Karolina, dan Anita Dah Permata, serta seorang lelaki bernama Yuri Romero yang punya kepedulian terhadap lingkungan. Komunitas yang baru bergerak sejak tahun 2018 ini sudah menggelar event lingkungan sebanyak 15 kali. Bukan hanya edutrip, tapi juga ada ekspedisi lingkungan, pelatihan, diskusi, bahkan pelayanan masyarakat juga.

Perjalanan keliling wilayah sampah ini dipimpin langsung oleh fasilitator kegiatan, Yuri Romero, penggiat lingkungan dari MAN Forum. Lelaki berdarah Spanyol yang sudah 11 tahun menetap di Indonesia dan mengabdikan dirinya untuk lingkungan, menjelaskan dengan detail bagaimana proses berjalannya sampah-sampah dari Jakarta dan pengolahan di Bantar Gebang ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Perjalanan Sampah

Setiap harinya, sekitar 7.500 ton sampah yang dikirim dari Jakarta ke Bantar Gebang. Tapi selama ini, pemerintah hanya berhasil mendaur ulang 30 persen dari seluruh sampah yang ada di sini. Sisanya menumpuk di landfill karena tidak bisa digunakan lagi.

"Sampah plastik dipilah dulu mbak. Dipisahin per warna biar pengepul mau beli, kalau warnanya campur-campur nggak laku. Makanya, kalau  sampah yang susah dipisahin, ya udah dibiarin aja," kata Detri, bos pemulung di wilayah sampah itu.

Belum selesai, setelah dipisah per warna, ternyata pengepul masih belum mau menerima sampai sampah plastik digiling menjadi biji plastik. Padahal, mesin penggiling plastik yang tersedia di Bantar Gebang ini hanya ada dua.

Pemulung di sini sangat beragam. Ada penduduk asli Bantar Gebang, ada juga yang berasal dari luar daerah Bekasi. Usianya pun dari anak-anak hingga orangtua yang berusia 80 tahun.

Tinggal di Bantar Gebang sejak lama seolah membuat kebal akan bau sampah menyengat dan minimnya kebersihan. Mereka tetap asyik bermain, makan, bekerja dan beraktivitas seperti biasa dii tengah gunung sampah dan lalat yang beterbangan.

Ini yang menjadi tujuan Sustainable Indonesia, yakni membangkitkan empati dan kepedulian pada warga sekitar. Dengan kepedulian itu, warga diajak untuk lebih selektif saat akan membuang sampah.

"Bukan karena sampah saja, tapi juga karena ketidakpedulian diri kita terhadap manusia dan sampah lah yang paling banyak berkontribusi menggunungkan sampah ini. Maka dari itu, mulai saat ini bijaklah dalam membuang sampah," kata Opa, panggilan akrab Yuri Romero, mengakhiri perjalanan edutrip. (Ossid Duha Jussas Salma)