Sukses

Atlet Cilik Dipaksa Buka Hijab Saat Hendak Naik Pesawat

Atlet cilik berusia 13 tahun itu terpisah dari rombongannya sesama atlet dan pelatih saat insiden dipaksa buka hijab terjadi.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang atlet cilik berusia 13 tahun bernama Fatima Abdelrahman mencetak sejarah. Ia menduduki peringkat lima besar dalam tim squash junior Amerika Serikat dan menjadi gadis berhijab pertama yang bergabung dalam tim nasional.

"Ini bagian dari hidupku. Ini sesuatu yang aku pakai sehari-hari. Ini bagian dari kehidupanku setiap hari. Aku bangga mengenakannya," ujar Fatima dikutip dari laman ABC7, Selasa (24/9/2019).

Namun, pengalaman buruk dialaminya saat hendak terbang dari Bandara San Fransisco ke Toronto, Kanada, untuk mengikuti kompetisi internasional pertamanya. Fatima yang tak mengenakan penutup kepala dalam foto paspornya diminta untuk melepaskan hijab oleh seorang staf maskapai Air Canada di pintu keberangkatan.

"Agen Air Canada melihat fotoku, lalu melihatku, dan berkata, 'Ini tidak berkaitan. Kamu harus melepasnya,' sambil menunjuk (pada hijabku). Aku bilang, 'Tidak, aku tak bisa.' Dia bilang, 'Tidak, kamu harus melepasnya!' Aku bilang, 'Aku tak bisa, ini persoalan keyakinan,'" tutur Fatima yang tinggal di Santa Clara itu.

Dia melanjutkan, seorang petugas perempuan Air Canada yang menggiringnya masuk ke dalam lorong garbarata dan memaksanya untuk melepas jilbab. Saat itu, Fatima merasa dilanggar haknya dan dipermalukan.

Menurut Fatima, agen maskapai itu berbicara padanya agar segera melepaskan hijabnya bila ingin diizinkan masuk pesawat. Ia yang saat itu sendirian karena anggota rombongannya telah masuk duluan ke pesawat, terpaksa mengikuti perintah perempuan itu.

"Aku tak tahu harus bagaimana, aku sendiri. Jadi, aku segera melepasnya. Dia lalu hanya sekilas melihat (pasporku), dan menyerahkannya kepadaku. Lalu, ia bilang, 'Oke, bergegaslah! Ambil barang-barangmu,'" sambung Fatima.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Respons Maskapai

Fatima menegaskan bukan tak mau mengikuti perintah petugas maskapai bila memang diperlukan, namun ia mempermasalahkan ketiadaan tempat yang lebih privat untuk melepas hijabnya. Padahal, ia mengaku telah memintanya dan hak itu dilindungi oleh negara dan hukum federal.

Fatima merasa ia memang sudah disasar. Hijab yang dikenakannya, sambung dia, tidak menutupi mukanya. Maka itu, kalaupun foto paspornya tak mengenakan hijab, si petugas masih bisa mencocokkan kesamaan dengan mukanya.

"Aku juga melihat seseorang mengenakan topi, tapi mereka tak memintanya melepaskannya. Tidak bermaksud membandingkan scarf dan topi, tapi tetap saja itu menutupi kepalamu juga kan. Jadi, mengapa aku diminta untuk melepas hijab dan mereka tidak? Jadi, aku merasa didiskriminasi," ujarnya kesal.

Sang kakak, Sabreen kemudian mencuitkan insiden tersebut di Twitternya sambil men-tag maskapai dimaksud. Cuitan tersebut kemudian direspons pihak maskapai asal Kanada itu.

"Mereka melihat komplain dan sepertinya, kopi-salin, ini dia form penyampaian insiden. 'Coba saja dan kita akan tutupi!'" tutur Sabreen menilai respons maskapai yang diterima keluarganya.

3 dari 3 halaman

Langgar Hukum

Kejadian tidak mengenakkan itu kemudian ditindaklanjuti lewat jalur hukum. Ahmad Rafiqi bersama Dewan Hubungan Islam Amerika Kawasan Teluk San Fransisco yang menjadi pengacara keluarga Fatima menegaskan bahwa kliennya sudah lolos pengawasan oleh petugas bandara dan diizinkan untuk terbang.

Maka itu, tindakan tersebut dianggap aksi diskriminasi. "Ada suatu masa pada kaum muslim sengaja ditarget, khususnya dalam masalah ini. Dan itu menjadi perhatian kami," ujar Rafiqi.

Di sisi lain, ia juga berpendapat Air Canada telah melanggar hukum AS dan California dengan tidak menyediakan ruang pengawasan khusus. Hingga berita ini diturunkan, Air Canada tak mengkonfirmasi apapun.

Sementara, keluarga hanya diberitahu bahwa maskapai telah memperbarui kebijakan sejak insiden itu. Rafiqi memberi waktu dua minggu kepada pihak maskapai untuk merespons komplain tersebut secara tertulis.