Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki keragaman warisan budaya, salah satunya batik. Sejak dikukuhkan UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi pada 2 Oktober 2009 lalu, batik semakin terkenal di Tanah Air.
"Batik jadi pakaian sehari-hari yang dipakai banyak orang. Orang senang mengoleksi, hunting, bahkan semua company memakai batik," ujar Era Soekamto, Creative Director Iwan Tirta Private Collection, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 27 September 2019.
Pada dasarnya, lanjut Era, pembuatan batik itu terdiri atas dua unsur, yaitu teknik pembuatan dan unsur pesan yang disebut subliminal messages. Dalam teknik, pembuatan batik menggunakan malam dan canting.
Advertisement
Baca Juga
"Batik itu punya subliminal messages tersendiri. Pesan yang terkandung dalam batik itu. Jadi, ada makna filosofi dan sejarahnya," tutur Era.
Era mencontohkan, motif parang berasal dari filosofi Panembahan Senopati saat melihat karang yang hancur karena titik air. Ada inspirasi dari cerita itu, makanya motifnya harus diagonal.
Belakangan muncul berbagai jenis batik dari daerah di luar Pulau Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, hingga Papua. Namun, sejatinya batik hanya berasal dari Pulau Jawa.
"Menurut saya batik tetap aslinya dari Jawa, karena ada sejarah dan makna filosofi tersendiri atau subliminal messages," kata Era. "Semiotik yang membuat terjadinya pengembangan," lanjutnya. "Jadi, pengertian tentang batik itu harus diluruskan karena banyak orang yang tak memahami makna dan filosofi batik," ujar Era.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pasar Milenial
Era Soekamto mencatat, mengkombinasikan, dan meneruskan warisan Iwan Tirta. Caranya dengan secara terus-menerus memperbaiki kualitas karena setiap bulan, label Iwan Tirta memproduksi lebih dari 1.000 batik.
"Khusus untuk kalangan muda, kami membuat Akarsana, second level Iwan Tirta. Saat ini banyak anak-anak muda yang pakai batik Iwan Tirta. Awalnya, mereka dapat lungsuran dari orangtua mereka, kemudian mereka membeli sendiri," ujar Era.
Hal senada juga diungkapkan Diana Santosa, Managing Director Danar Hadi. Saat ini batik memang disukai semua kalangan, termasuk anak kalangan milenial.
"Kami mengakomodasi generasi baru. Motif batik mereka lebih colorful, motif kontemporer, dan bisa dipadupadankan dengan batik dan lurik," ujar Diana saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 27 September 2019.
Untuk membidik kalangan milenial, sejak tiga tahun lalu Danar Hadi menyediakan e-commerce. Menurut Diana, karena saat ini banyak anak muda yang tak perlu ke toko untuk membeli batik.
"Pasar milenial itu bagus, saya lihat anak muda intens terhadap batik," kata Diana. "Pembelinya datang dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, tapi pembeli terbesar tetap dari Jakarta," tandas Diana.
Saat ini, perkembangan batik Danar Hadi perkembangannya lebih stabil. Suasana politik pemilihan presiden sempat mempengaruhi penjualan.Â
"Khusus untuk untuk batik premium yang harganya Rp2 juta lebih, tetap tak terpengaruh kondisi pasar. Karena pelanggannya sangat segmented," tandas Diana Santosa.
Advertisement