Sukses

Inovasi Pasta Gigi dari Minyak Jelantah dan Limbah Cangkang Rajungan

Siswa-siswi SMA di Palembang mendapat apresiasi lewat inovasi mereka berbentuk pasta gigi dari bahan minyak jelantah dan limbah cangkang rajungan.

Liputan6.com, Palembang - Eksplorasi kreativitas para generasi muda tak jarang menyuguhkan persembahan yang inovatif. Salah satunya dihadirkan oleh siswa-siswi SMAN 6 Palembang yang membuat pasta gigi dari minyak jelantah dan limbah cangkang rajungan bernama Caktadent.

Atas ide dan penemuan yang inspiratif ini, mereka berhasil keluar menjadi juara satu ide terbaik dari program pendidikan kewirausahaan yang digelar Shopee bertajuk Muda Berdaya. Mereka pun berhak mendapat modal usaha sebesar Rp30 juta.

"Kita sekarang fokusnya bukan selesai di sini sebetulnya, karena setelah ini ada Kampus Shopee pembimbingan, kurang lebih sekitar dua bulanan untuk memastikan tidak hanya bisnisnya jalan, tapi secara online-nya juga jalan," kata Rezki Yanuar, Country Brand Manager Shopee Indonesia di The Alts Hotel Palembang baru-baru ini.

Rezki menambahkan pihaknya berfokus hingga rampung, mulai dari bisnis yang berjalan dan menghasilkan. Selain Palembang, Shopee akan melanjutkan program ini ke kota lain tahun 2020 mendatang.

Tim Caktadent sukses mengungguli dua tim lainnya yakni Tim TEFA Rumah Idaman dan Tim DIMADA. Tim TEFA Rumah Impian dengan usaha jasa pembuatan desain rumah dari SMKN 2 Palembang menyabet Ide Terbaik 2 dan Tim DIMADA dengan ide usaha aksesori dari sampah kertas majalah dari SMA Negeri Sumatera Selatan.

Pencetus Caktadent terdiri atas lima siswa-siswi dari SMAN 6 Palembang. Mereka adalah Fathan Mubina, Gallang Abdi Persada, Aisyah Amalia Putri, Sofia Aprilianti F., serta Achmad Rifky Ansyori. Berawal tergabung dari Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di sekolah, mereka berinovasi melakukan penelitian yang dimulai Maret--Juni 2019. Produksi pasta gigi pun dilakukan pada Juni hingga saat ini.

"Berdasarkan pengetahuan yang kami dapatkan di sekolah, kalsium karbonat adalah satu komponen utama dalam pembuatan pasta gigi, dan kalsium karbonat dapat ditemukan di cangkang organisme laut, seperti cangkang kepiting, cangkang-cangkang organisme laut lainnya," kata Gallang pada kesempatan yang sama.

Ia melanjutkan salah satu kalsium karbonat yang tertinggi ada pada cangkang rajungan. Melihat masalah yang banyak terjadi saat ini, cangkang rajungan tidak banyak dimanfaatkan, hanya dibuang dan menimbulkan pencemaran lingkungan.

"Di sisi lain, kehidupan kita sebagai masyarakat Indonesia tidak bisa terlepas dari minyak sawit, dan penggunaan minyak sawit bisa menghasilkan hasil samping minyak jelantah, dan minyak jelantah sangat berbahaya jika digunakan kembali," tambahnya.

Ada pun pemakaian ulang minyak jelantah dapat menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari kanker, stroke, hingga penyumbatan pembuluh darah. Begitu pula ketika dibuang ke lingkungan yang dapat mencemari ekosistem.

"Padahal, minyak jelantah memiliki kandungan gliserin dan asam lemak yang dapat diputus ikatannya melalui akuades, dan gliserin tersebut merupakan salah satu komponen utama dalam membuat pasta gigi," ungkap Gallang.

Maka dari itu, Tim Caktadent pun memanfaatkan kembali limbah cangkang rajungan dan limbah minyak jelantah lewat penemuan mereka. Inovasi ini menghadirkan produk pasta gigi memiliki beberapa keunggulan.

"Produk pasta gigi herbal alami yang ramah lingkungan dan ekonomis karena 100 persen berasal dari bahan-bahan olahan limbah, dan bahan-bahan yang tersedia di alam secara gratis," tutur Gallang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Melalui Uji BPOM

Ide pembuatan pasta gigi didapatkan bersama-sama oleh kelima murid SMAN 6 Palembang ini. Mereka memiliki alasan tersendiri mengenai pasta gigi yang dipilih sebagai produk yang mereka ciptakan.

"Karena pengetahuan yang kami dapat dari sekolah tadi, dan kami tahu kalsium karbonat itu penyusun pasta gigi, maka kami manfaatkan cangkang rajungan ini untuk pasta gigi juga," jelas salah seorang tim, Fathan Mubina.

Mereka menambahkan kalsium karbonat dapat digunakan pada produk-produk makanan yang baik untuk pertumbuhan tulang. Mereka juga melihat fenomena masyarakat Indonesia secara luas yang menganggap busa pada pasta gigi adalah hal yang baik.

"Padahal busa tersebut berasal dari reaksi deterjen Sodium sulfite dan deterjen fluoride yang sangat berbahaya karena dapat mencemarkan lingkungan, dan sangat berbahaya jika dikonsumsi, dan terkena bagian tubuh kita," kata Gallang.

Para siswa-siswi pun telah uji BPOM untuk Caktadent pada 2 September 2019. "Di sana terdapat dua uji yaitu uji fluoride dan uji PH, pada uji PH menunjukkan bahwa PH di Caktadent itu berkisar antara 7,31 dan nilai 7,31 tersebut ialah pH yang paling pas untuk suatu produk pasta gigi," lanjutnya.

Ia menambahkan, uji fluoride diperlukan untuk menguji berapa banyak deterjen SLS dan fluoride yang ada pada pasta gigi. "Di dalam pasta gigi Caktadent, fluoride yang terkandung 0,0029, oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa Caktadent aman dan tidak mengandung fluoride," lanjutnya.

Caktadent telah diuji coba dan mendapatkan nomor izin BPOM. "Sudah. Untuk uji sekaligus perizinan edar sudah mendapat nomor dari BPOM," terang Gallang.

3 dari 3 halaman

Produksi dan Pemasaran

Proses pembuatan sati kotak Caktadent hanya memerlukan waktu 30 menit. Namun sebelum itu, ada beberapa tahap yang harus dilakukan oleh siswa-siswi SMAN 6 Palembang tersebut.

"Sebelum kita buat, terlebih dahulu harus kita buat minyak jelantah menjadi gliserin yang membutuhkan waktu 2--3 hari pada proses pengendapannya. Olahan tersebut dapat kita buat untuk 40 bungkus pasta gigi Caktadent," ungkap Gallang.

Pemasaran produk pasta gigi dengan bahan alami ini pun telah dilakukan di beberapa tempat. Sebut saja lingkungan sekolah seperti koperasi, warung-warung sekitar, secara online melalui Instagram. Lantas, berapa harga satu kotak Caktadent?

"Salah satu keunggulan Caktadent adalah ekonomis. Caktadent dengan neto 280 gram kami jual dengan hanya Rp10 ribu, bisa dibandingkan pasta gigi komersial yang beratnya 190 gram biasa dijual dengan harga yang lebih tinggi yaitu Rp19 ribu--Rp23 ribu," jelasnya.

Karena keterbatasan waktu dan kesibukkan sekolah, mereka hanya mampu memproduksi 40 kotak Caktadent per bulannya. Produksi biasanya dilakukan pada hari libur yakni Sabtu dan Minggu dan mampu menghasilkan 10--20 kotak.

"Kami tidak memerlukan modal karena 100 persen bahan yang kami gunakan berasal dari olahan limbah, dan bahan-bahan yang tersedia secara gratis di alam. Modal yang kami perlukan hanya Rp4 ribu itu untuk memesan tube dari online shop, dan Rp2 ribu untuk mencetak kotak kemasan di percetakan, jadi Rp4 ribu untuk satu kotak," terang Gallang.

Terhitung tiga bulan sudah yakni sejak Juni--September Caktadent diproduksi. Setiap bulannya, mereka rutin menjual 40 kotak yang berarti sebanyak 120 kotak yang telah berhasil dijual.

"40 kotak Caktadent tersebut kami memperoleh keuntungan sebesar Rp160 ribu, dan jika ditotalkan menjadi Rp480 ribu," jelas Gallang.

Gallang melanjutkan, inovasi pasta gigi yang dibuat ia dan tim sudah dipastikan belum pernah dibuat dan belum pernah ada sebelumnya.

"Untuk Hak Paten sendiri belum karena prosesnya butuh waktu yang lama, namun telah dikerjakan dan telah diusahakan sekarang," lanjutnya.

Sementara, ada beberapa rencana tim Caktadent terkait model usaha yang didapatkan dari kemenangan program kewirausahaan yang digelar Shopee ini.

"Akan digunakan untuk membeli mesin-mesin yang mampu membantu kami dalam memproduksi Caktadent, karena sebelumnya sudah ada bapak yang pesan 1000 kotak tapi kami tidak bisa penuhi," tutupnya.