Sukses

Berbondong-bondong Tinggalkan Zona Nyaman demi Bakti Nusantara

"Kami datang ke Segeram, ke daerah-derah perbatasan, dengan maksud menginspirasi. Tapi, di akhir kegiatan, kami lah yang terinspirasi," kata Teguh, salah satu relawan Bakti Nusantara.

Liputan6.com, Natuna - Pasrah terguncang tak kurang dari dua jam 20 menit di dalam pesawat Hercules, menempuh jalan darat selama satu jam, disambung perjalanan laut di satu jam berikutnya, atau tiga jam bagi mereka yang memilih naik mobil, barulah para relawan Bakti Nusantara (BN) 2019 tiba di Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

Meninggalkan kenyamanan dasar, seperti jalan memadai, aliran listrik, dan akses jaringan, tak kurang dari 50 relawan membantu berlangsungnya tiga program BN, yaitu Bangun Nusantara, Sehat Nusantara, dan Inspirasi Nusantara.

"Ini BN kali ketiga buat saya dan dari setiap penyelenggaraan, saya mendapat kenikmatan bahwa hidup tak semata untuk diri sendiri," cerita salah seorang relawan, Teguh Dwi Nugroho, di Ranai, Kabupaten Natuna, Rabu, 25 September 2019.

Dokter spesialis bedah yang tengah dinas di Kefamenanu, Timor Tengah Utara, NTT, ini menambahkan, Bakti Nusantara 2017 di Sekon jadi titik awal dirinya benar-benar tersentuh pada apa yang dilakukan organisasi non-profit tersebut.

"Saya sampai berani utang dulu, ratusan juta (rupiah), ke toko bangunan (BN 2017) buat bangun gedung SMP. Istri saya sampai berkali-kali ngomong, 'Kamu yakin? Itu semua (ambil bahan bangunan) pakai namamu. Kalau tidak jadi, tidak datang, bagaimana?'" tutur Teguh.

Kegundahan sementara itu tertepis, lantaran BN 2017 terselenggara dengan sukses. "Kelahiran dua anak saya tak pernah membuat saya menangis. Tapi, pas BN di Sekon, saking terharu, saya nangis. Saya benar-benar tersentuh tak hanya karena gerakan, tapi masyarakatnya juga," kenangnya. 

Relawan lain, Agung Wicaksono, menuturkan, dalam penyelenggaraan, BN selalu memilih wilayah yang warganya sudah membantu diri mereka sendiri. "Tapi, ya tetap masih kurang dan butuh dibantu pihak luar," katanya di Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Selasa, 24 September 2019.

Seperti Teguh, lelaki yang akrab disapa Awo itu juga tersentuh dengan kegiatan BN 2017 di Sekon. "Pertama ikut BN di Sekon dan itu ngena banget. Rasanya bakal beda saat apa yang biasa kita lihat di TV, ada langsung di depan mata," tuturnya.

Meninggalkan zona nyaman, di samping membantu orang lain yang sebelumnya tak dikenal sama sekali, Awo menuturkan, jadi relawan secara personal membuatnya merasa lebih senang. "Dengan membantu, aku juga sekaligus merasa terbantu," ujar lelaki yang bekerja sebagai public relations consultant tersebut.

Ada satu momen yang tak bisa dilupakan Awo pada pelaksanaan BN 2017 di Sekon, NTT, yakni saat pamit pulang, adik-adik SMP di sana mengatakan, "Jangan pulang, kak. Jangan pulang, kak,".

Melihat wajah tulus anak-anak, Awo mengatakan tak lagi bisa membendung air mata haru. Lantunan lagu Rumah Kita menambah lirih dan membuat semua relawan menangis.

"Momen itu menyentuh hatiku di titik paling dalam. Sampai sekarang kalau dengar lagu itu (Rumah Kita) masih merinding. Momen itu yang selama dua tahun ini ada di benak, jadi penyemangat utama," sambung lelaki 26 tahun tersebut.

Pengalaman itulah yang membuat Teguh dan Awo rela meninggalkan zona nyaman dan mengikuti Bakti Nusantara di Pandeglang, Banten, pada 2018 dan 2019 di Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pengalaman Pertama

Berbeda dengan Teguh dan Awo, mengikuti kegiatan BN untuk kali pertama tahun ini, Raissa Liem mengaku terinspirasi para relawan yang telah sekian tahun mengabdikan diri di ragam program Bakti Nusantara.

"Lihat semangat mereka itu menggugahku. Tadinya sudah janji ikutan (BN) tahun kemarin, tapi nyatanya tidak bisa. Jadi, aku baru bisa ikut tahun ini," kata perempuan berprofesi sebagai dokter kandungan tersebut.

Mengisi kegiatan Sehat Nusantara, Raissa mengaku malah terinspirasi para tenaga kerja se-Kabupaten Natuna. "Aku merasa aku yang diuntungkan," sambungnya. Perempuan yang berdinas di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu ini dibuat kagum selama memberi materi.

Di antara keterbatasan, semangat untuk memberi pelayanan kesehatan bagi masyarakat sangat tinggi. Secara kualitas, sambung Raissa, tenaga kesehatan di sini malah lebih baik ketimbang mereka yang kerja dengan fasilitas lengkap.

Sementara Raissa menangani Sehat Nusantara, relawan lain yang juga baru kali pertama ikut BN, Yogawati, terlibat dalam kegiatan Inspirasi Nusantara. "Yogyakarta sudah terlalu nyaman buatku. Makanya, aku plih jadi relawan di daerah perbatasan kayak gini," ucapnya.

Dorongan jadi relawan, sambung perempuan akrab disapa Gawat ini, sebenarnya berakar dari masa lalunya sendiri. "Perjuanganku dapat pendidikan itu tidak mudah. Aku mau berbagi sama anak-anak di sini, aku juga punya pengalaman serupa," tuturnya.

Tak hanya selama BN berlangsung, Gawat mengatakan, ia sudah tukar nomor telepon dengan beberapa anak di sini. "Aku mau mereka tahu bahwa mereka juga bisa berpendidikan tinggi dalam keterbatasan," sambungnya.

"Kami datang ke Segeram, ke daerah-derah perbatasan, dengan maksud menginspirasi. Tapi, ternyata di akhir kegiatan, kami lah yang terinspirasi," tandas teguh.