Sukses

Kisah Pulau Kelor, Puing Benteng Martello, dan Makam Terpendam

Benteng Martello di Pulau Kelor terbilang bangunan termuda dari tiga Benteng Martello lainnya yang ada di Kepulauan Seribu.

Liputan6.com, Jakarta - Ada yang pernah berkunjung ke Pulau Kelor? Pulau berpasir putih itu menjadi salah satu dari museum terbuka yang berada di Kepulauan Seribu. Puing benteng Belanda bernama Martello menjadi daya tarik utamanya.

Menyambangi pulau tersebut lebih nyaman pagi-pagi, saat sinar matahari tak terlalu terik. Bila surya beranjak ke tengah, panas menyengat sangat terasa. Kulit pun bisa kemerahan atau bahkan gosong karenanya.

Dinamakan Pulau Kelor lantaran dulunya banyak pohon kelor tumbuh di sana. Namun kini tak ada lagi, hanya tersisa sedikit pohon berdaun lebar yang kebanyakan meranggas karena kemarau.

Menurut Rosadi, pemandu wisata dari Taman Arkeologi Onrust, meski luasnya hanya 28 hektare, Pulau Kelor menjadi salah satu basis pertahanan penting Belanda dari serangan musuh. Bukti nyatanya adalah Benteng Martello yang dibangun para pribumi pada 1850 dan menggunakan batu bata merah.

"Batu bata merah ini adalah buatan lokal. Beda kalau buatan Belanda, warnanya kuning, bentuknya kecil-kecil," katanya yang memandu rombongan Jelajah Onrust, Kamis, 10 Oktober 2019.

 

Benteng Martello, sambung dia, sebenarnya ada empat. Selain di Pulau Kelor, tiga lainnya tersebar di Pulau Onrust, Pulau Cipir, dan Pulau Bidadari. Namun, hanya di Pulau Kelor dan Pulau Bidadari yang bentuknya relatif utuh.

"Tapi yang di Pulau Bidadari sudah dikelola swasta. Kalau mau ke sana, harus izin pengelola," jelas Rosadi.

Benteng tersebut sebenarnya terdiri dari dua lantai. Anda masih bisa melihat beberapa anak tangga tersisa, tetapi dilarang untuk dinaiki lantaran kondisinya yang sudah rapuh.

Fungsi utama Martello sebagai benteng pengawas, tetapi sewaktu-waktu bisa difungsikan untuk pertahanan sekaligus benteng penyerangan. Pasalnya, ada lubang-lubang tempat menaruh meriam di sekeliling benteng berbentuk lingkaran itu.

"Ini mudah diarahkan ke setiap sudut. Bisa halau musuh dari Pulau Edam atau Pulau Untung Jawa. Kalau musuh datang dari barat laut atau barat, dihalaunya dari Onrust. Sementara yang dekat daratan, dihalau dari Cipir," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Tersapu Tsunami dan Penjarahan

Benteng ini termasuk yang termuda lantaran benteng-benteng lainnya kebanyakan dibangun pada abad 17. Ketinggian benteng sembilan meter dengan diameter 14 meter dan ketebalannya mencapai dua meter.

Tak ada atap, tetapi ada bungker yang jalan masuknya kini tertutup pasir tebal. Pintu keluar bungker itu dipercaya ada di tengah laut, tapi belum ada riset yang memastikannya.

"Sampai sekarang, belum ada rencana dari arkeolog untuk meneliti lebih lanjut bunker itu," kata dia.

Di bagian tengah lingkaran dalam terdapat dua reruntuhan pilar batu bata. Menurut Rosadi, pilar tersebut awalnya berfungsi sebagai penyangga tangga putar menuju lantai dua.

Di luar bangunan utama, puing-puing batu bata lainnya juga berserakan. Sebagian bahkan ada yang timbul tenggelam di pinggir laut. Rosadi mengatakan hancurnya bangunan benteng tak terlepas dari sapuan gelombang tsunami saat Gunung Krakatau meletus pada 1823. Garam dari air laut memperparah kondisi.

Tapi, hilangnya beberapa bagian bangunan juga tak lepas dari aksi penjarahan masyarakat sekitar pada 1968. Rosadi menuturkan saat itu, bangunan tua tersebut tak lagi berpenghuni dan diawasi. Orang-orang tak bertanggung jawab melihatnya sebagai peluang.

"Ada yang ambil kayu, mungkin tempat tidur, batu batanya juga," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Pulau Pemakaman dan Tempat Prewedding

Pulau Kelor akhirnya dinyatakan sebagai cagar budaya dilindungi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 1972, tetapi baru dikelola di bawah UPT Museum Kebaharian sejak awal 2000an.

Orang-orang Belanda menamakan Pulau Kelor sebagai Kerkhof Eiland atau Pulau Pemakaman. Disebut demikian karena wilayah itu menjadi kuburan bagi warga-warga pribumi dan Belanda, terutama yang tinggal di Onrust dan sekitarnya.

Makam-makam itu memang tak ada lagi, tetapi Rosadi menyebut bisa saja masih ada kerangka terkubur di bawah tanah. "Kalau mau coba gali, silakan," candanya.

Yang tersisa dari pulau pemakaman kini adalah puing benteng yang eksotis dan pasir putih yang bisa dijajal. Lantaran kecantikannya, banyak calon pasangan maupun pasangan menggelar foto prewedding hingga postwedding di sana.

Anda juga bisa menginap dengan membawa tenda sendiri. Tapi, jangan harap ada penerangan karena pulau itu hanya mengandalkan genset. Jadi, pastikan Anda berbekal baterai yang cukup dan menjaga kebersihan pulau.

"Tiketnya hanya Rp5 ribu," ujar Rosadi.