Sukses

Strategi Promosi Storynomics Tourism untuk Gencarkan Kunjungan Wisatawan

Cerita yang disuguhkan di tempat wisata akan menjadi atraksi menarik bagi para wisatawan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia tak henti-hentinya melakukan promosi pariwisata. Hal ini dikarenakan sektor pariwisata merupakan salah satu keunggulan dan penyumbang devisa negara terbesar.

Dalam Seminar Rembuk Nasional Pariwisata Indonesia bertajuk "Mari Bersama Ikut Merajut Masa Depan Gemilang Pariwisata Indonesia 2019- 2024" yang dilaksanakan oleh MASATA (Masyarakat Sadar Wisata) pada Selasa (15/10/2019) di The Kasablanka, Jakarta Selatan.

Menteri Pariwisata Arief Yahya yang turut hadir saat itu memberikan sambutannya dengan mengatakan bahwa pendapatan negara saat ini berfokus pada empat sektor, yakni agrikultur, pembangunan, IT dan ekonomi kreatif.

Pariwisata termasuk dalam ekonomi kreatif, sehingga setiap pihak yang terlibat kini dengan gencar mengubah dan melakukan pembangunan dengan berbagai cara agar destinasi wisata di Indonesia dapat lebih baik. Saat ini, para pemerintah daerah bersinergi untuk mempromosikan wisata dengan strategi yang lebih kekinian, yakni "Storynomics Tourism sebagai Strategi Baru dalam Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Indonesia".

Storynomics merupakan sebuah pendekatan pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif, living culture dan kekuatan budaya sebagai kunci promosi. Contohnya adalah medium film, sosial media seperti Instagram story dan unggahan Facebook, animasi hingga teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR).

Pada sesi pertama, seminar ini dihadiri oleh empat pembicara, yakni Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah, Irfan Wahid selaku Ketua Program Quick Win, Agus Rochiyardi selaku Direktur Pemasaran Badan Otorita Borobudur dan Nunung Rusmiyati selaku Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies.

Pada pemaparannya, Irfan Wahid menjelaskan bahwa sektor pariwisata sebenarnya memiliki empat hal utama, yakni awareness, experience, memory dan testimony. Faktor ini menurutnya penting karena anak muda kini lebih tertarik dengan apa yang terjadi di dunia digital.

"Di era generasi handphone oriented, (contohnya) begitu orang mendarat di Toba, langsung buru-buru memotret, selfie di Toba," jelas Irfan.

Sadar akan hal tersebut, dia mulai mengembangkan wisata melalui medium yang dapat meningkatkan awareness seperti film dan publik figur. Dia percaya bahwa upaya iklan dan promosi yang dilakukan pihak pariwisata tak akan cukup, sehingga dibutuhkan tokoh yang lebih berpengaruh.

Setelah masyarakat mengetahui dan mencoba mengunjungi, mereka akan mendapatkan pengalaman berupa atraksi, kehidupan orang lokal dan gambaran budaya di sana yang nantinya akan menjadi kenangan. Kenangan yang baik, akan membuat para wisatawan memberikan testimoni melalui berbagai platform, terutama di sosial media.

"Ini adalah zaman orang curhat di medsos, jadi ini adalah kesempatan dan berfungsi agar testimoninya dapat menarik," tambahnya lagi.

Irfan juga menambahkan, bagian experience adalah jantung dari keempat unsur tersebut. "Experience yang didapatkan baik, maka testimoni-nya juga baik. Experience jelek, maka testimoni juga jelek," kata laki-laki yang kerap disapa Ipang ini.

Guna menunjang pengalaman yang baik, pemerintah mengupayakan agar dapat menghadirkan atraksi, amenitas dan aksesibilitas yang lebih baik. Tak tertinggal, pemberdayaan masyarakat lokal juga dilakukan, seperti dengan menyediakan homestay untuk wisatawan mancanegara.

Di kesempatan yang sama, Ganjar Pranowo juga memberitahu cara dia mengubah pariwisata di Jawa Tengah. Selain meningkatkan fasilitas, dia aktif menggunakan platform sosial media sebagai wadahnya mempromosikan berbagai tempat wisata, mulai wisata alam hingga kuliner.

Ke depannya, dia berencana untuk menjangkau desa-desa agar dapat menjadi lebih atraktif. Nantinya, Ganjar akan memberikan anggaran sebesar Rp1 miliar ke tiap desa.

Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Agus Rochiyardi. Menurutnya, berbagai unggahan dari para wisatawan akan menjadi sebuah proses yang mudah diingat.

"Sekitar 90 persen informasi yang masuk ke otak adalah visual. Visual juga diproses 60 ribu kali lebih cepat dari pada tulisan. Cerita 22 kali lebih mudah diingat dari pada data," ujarnya.

Agus menambahkan, "Ini adalah moment of truth. Bagaimana positifnya, bagaimana negatifnya, dari awal jalan biarkan mereka (wisatawan) yang bercerita."

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Upaya dan Sinergitas yang Dilakukan

Upaya memang dapat terus dilakukan, tapi wilayah Indonesia yang luas dan beragam memiliki tantangan tersendiri dalam mengurusnya. Tantangan yang dialami diungkapkan pada sesi kedua. Dengan tema "Tantangan Sinergitas dan Kolaborasi Membangun Industri Pariwisata Indonesia", seminar ini menghadirkan Wishnutama sebagai pembicara pertama.

Sependapat bahwa pengalaman adalah hal yang penting, dia mengatakan bahwa Indonesia dapat berkaca pada Amerika Serikat. Di Amerika, tidak terdapat banyak tempat wisata, bahkan menurutnya Hollywood sekali pun bukan merupakan destinasi yang ramah.

Tapi, mereka unggul dengan mengadakan acara. Cerdik menggunakan lahan yang ada, mereka mampu mendatangkan wisatawan dari berbagai negara dengan membuat konser Coachella atau Tomorrowland.  "Itu kan cuma di padang pasir, tapi anak muda dari seluruh dunia datang ke situ," ungkapnya.

Karenanya, kolaborasi antara pemerintah dengan pihak penyelenggara acara dibutuhkan agar dapat mendongkrak nama Indonesia dalam kancah pariwisata dunia. Hal ini sempat dilakukan Indonesia saat pembukaan dan penutupan Asean Gamess 2018, di mana terdapat lebih dari 10 ribu performers dan membuat nama Indonesia dibicarakan karena menghadirkan acara yang megah dan unik.

Melihat dari sisi pemerintah, Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa pertumbuhan pariwisata Banyuwangi kini sudah pesat. Terbukti dari jumlah wisatawan yang dulu hanya 400 ribu, kini bertambah hingga 5,3 juta orang.

Berbagai upaya dilakukan agar kesan 'kota santet' dapat berubah menjadi kota wisata, seperti mengarahkan semua lapisan pemerintah untuk mendukung gerakan dinas pariwisata dan menambahkan berbagai atraksi di berbagai lokasi. "Setiap tempat adalah destinasi, setiap program adalah atraksi. Festival yang ada menjadi cara kampanye bagi kami," tutur Anas.

Selain itu, dia juga melakukan pemberdayaan masyarakat lokal dengan cara membatasi pembangunan hotel. Kini, pemerintah Banyuwangi tak memperbolehkan pembangunan hotel di bawah bintang tiga. Tujuannya, agar homestay yang dimiliki masyarakat bisa berkembang. "Kalau enggak, semua (investasi) ke orang kaya. Rakyat kami tak bisa tumbuh," jelasnya lagi.

Anas juga mengatakan bahwa setiap regulasi yang dibuat tetap bersinergi dengan masyarakat. Tantangannya adalah budaya masyarakat yang dapat dikatakan sudah mendarah daging, seperti pengeboman untuk mendapatkan ikan atau perusakan terumbu karang. Dia ingin pariwisata menjadi sarana untuk mengubah budaya masyarakat yang salah.

"Dulu ada yang bom ikan sampai tangannya putus untuk beli roti. Sekarang, bisa beli roti untuk kasih makan ikan," kata Anas.

(Novi Thedora)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.