Liputan6.com, Jakarta - Berganti-ganti model rambut sesuai tren jamak dilakoni para perempuan. Tapi, apa jadinya para perempuan hanya diperbolehkan memotong rambutnya hanya sekali seumur hidup lantaran tradisi yang harus dipegang?
Melansir dari Vogue pada Rabu, 15 Oktober 2019, seribu mil dari Beijing, terdapat Desa Huang Luo di Guangxi, China, yang sangat terkenal lantaran para wanita di sana berambut sangat panjang hingga menyentuh lantai. Bahkan menurut legenda China, rambut mereka dijadikan alat untuk mencambuk pelamar yang tidak disukainya.
Advertisement
Baca Juga
Wanita-wanita itu berasal dari Suku Yao. Mereka hanya memotong rambut mereka sekali seumur hidup yaitu pada usia 18 tahun dalam upacara tradisional suku Yao. Setelah itu, rambut dikuncir dengan kepangan rumit tradisional khas Yao.
Biasanya, wanita yang belum menikah membungkus rambut mereka ke dalam kain yang diikat di kepala. Sementara, wanita yang sudah menikah menyukai gaya rambut yang disanggul besar di atas kepala.
Sampai 1980, tradisi rambut panjang di suku Yao masih sangat kental. Seorang pria yang melihat gadis dengan rambut terurai, akan dihukum untuk melayani keluarga gadis itu selama tiga tahun. Namun, tradisi itu tidak berlaku lagi sehingga semua orang tak perlu takut melihat gadis berambut panjang menjuntai.
Karena keunikan rambut para wanita desa, banyak turis lokal maupun mancanegara mampir ke desa tersebut untuk melihat rambut panjang wanita di sana. Itu sebabnya, penduduk desa itu membangun sebuah teater untuk membuat pertunjukan wanita berkostum tradisional, menyanyikan lagu-lagu rakyat, menari, hingga melihat bagaimana rambut mereka dicuci. Penjualan tiket teater juga menjadi pendapatan mereka untuk membeli sampo.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perawatan
Bukan hal mudah merawat rambut sepanjang itu, mereka punya perawatan khusus untuk rambutnya. Rambut direndam ke dalam ramuan tradisional, lalu menyisirnya dengan sisir kayu agar ramuan meresap dari ujung hingga akar rambut. Tujuannya agar rambut tetap berkilau alami dan tetap hitam pekat bahkan pada wanita yang sudah tua.
Ramuan samponya adalah beras ditumbuk dengan air di dalam pot tanah liat besar, kemudian direbus hingga mendidih. Setelah itu campurkan tumbukan teh Bran, akar Fleeceflower dan jahe. Bahan diaduk dan dibiarkan terfermentasi di wadah tertutup selama tiga hari hingga empat hari.
Seorang fotografer profesional China, Joyce Ng, berkunjung ke desa tersebut dan mewawancarai salah satu tetua suku Yao tentang tanggapan mereka pada anak-anak suku Yao yang banyak memotong rambut mereka mengikuti tren. Jawaban dari tetua, "Kami sudah sangat terbuka, lagipula mereka belajar untuk mengangkat derajat mereka juga."
Kini, wanita di sana juga telah mengikuti perkembangan zaman. Banyak di antara anak-anak mereka yang merantau keluar desa untuk belajar, memotong rambut mereka, dan hampir semua orang di desa itu sudah bisa mengoperasikan gawai. (Ossid Duha Jussas Salma)
Advertisement