Liputan6.com, Jakarta - Beragam produk ramah lingkungan semakin banyak diterapkan di berbagai bidang, termasuk di bidang fashion. Begitu pula dengan produk batik khas Indonesia.
Usai melalui pelatihan dalam beberapa bulan terakhir, Kelompok “Putri Berdikari Batik” sudah terampil menghasilkan berbagai motif khas Sumurgung. Sahabat Pulau Indonesia bersama Baznas – Zakat Community Development bercita-cita untuk menciptakan masyarakat mandiri dengan kearifan lokal, serta beranjak dari pewarna sintetis ke pewarnaan alami.
Sahabat Pulau Indonesia adalah organisasi volunteering berbasis aksi kepemudaan yang berfokus kepada penyelesaian masalah pendidikan melibatkan pemuda dan anak-anak di seluruh Indonesia. Melaksanakan pemberdayaan berbasis socio-entrepreneurship untuk perempuan dan pemberdayaan yang berkelanjutan.
Advertisement
Baca Juga
Pada 24 Oktober 2019 akan diadakan launching “Putri Berdikari Batik” di Desa Sumurgung, Tuban, Jawa Timur. Alasan utama acara tersebut digelar di desa, karena diharapkan Desa Sumurgung dapat terkenal di kancah nasional maupun internasional sebagai desa pengrajin batik ramah lingkungan.
Rangkaian acara tersebut meliputi, tampilan seni tongklek dari pemuda Sumurgung, fashion show dari karang taruna Sumurgung, penanaman pohon pewarnaan alami. Kegiatan ini juga turut menghadirkan SDG’s influencer dari Putri Remaja 2019 serta Putri Pariwisata Indonesia.
"Kami sangat beruntung bisa mendapat ilmu pengetahuan baru lagi tentang batik dan lingkungan hidup," ucap Warsimah, selaku ketua Putri Berdikari Batik. Tak dapat dipungkiri, menghasilkan produk ramah lingkungan melalui program pemberdayaan masyarakat diperlukan usaha ekstra dan pendampingan yang intens.
Sahabat Pulau Indonesia mendatangkan ahli pendamping masyarakat dengan latar belakang teknik lingkungan untuk live-in atau tinggal bersama dengan warga. Selain pendamping masyarakat, mereka turut mengundang para ahli sebagai konsultan yang rutin memberikan pelatihan kepada kelompok ibu-ibu.
Pelatihan membuat batik ini dilakukan di Balai Desa Sumurgung maupun di kediaman salah satu pengrajin batik. Konsultan yang mereka ajak berkolaborasi ke Sumurgung diantaranya Nurul Akriliyati (konsultan fashion & tekstil desainer), Ikatri Meynar (pakar ekonomi syariah & micro finance), dan Petra Schneider (pakar marketing & branding).
Industri fashion merupakan penyumbang polusi terbesar di dunia, setelah minyak bumi. Pewarnaan sintetis jadi salah satu faktor penyebabnya.
"Kami yakin langkah kecil melalui pewarnaan alami ini akan mengawali perubahan yang lebih besar. Dimulai dari satu kelompok, harapannya akan membentuk kelompok “Putri Berdikari Batik” lainnya di masa depan," terang Warsimah.
Sahabat Pulau Indonesia akan terus berkolaborasi dengan banyak pihak untuk mensukseskan misi membuat karya batik ramah lingkungan.
"Mimpi kami selanjutnya adalah membuat sentra edukasi batik ramah lingkungan Sumurgung, dengan kebun pewarnaan alami. Mimpi ini akan kami segera wujudkan bersama Baznas Indonesia dalam acara tanggal 24 Oktober mendatang," lanjut Warsimah.
Sarana dan fasilitas pendukung akan dirancang dan mereka akan bergotong royong untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut, dengan tajuk sentra edukasi ramah lingkungan yang meliputi tempat ibu-ibu pengrajin workshop batik, bak pencelupan, dan sumur limbah yang nanti akan difilter menjadi kompos. Mereka percaya, kunci untuk menciptakan masyarakat mandiri adalah dari daya juang dan aksi nyata dari masyarakatnya sendiri.
"Peran kami hanya memfasilitasi dan memberikan dorongan. Kemitraan antara Sahabat Pulau Indonesia, Baznas - Zakat Community Development bersama ibu-ibu pengrajin akan terus terlaksana dengan adanya kesepahaman visi. Menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang ekonomi, tanpa mengabaikan dampaknya bagi lingkungan," tandas Warsimah.