Liputan6.com, Jakarta - Indonesia adalah rumah besar keberagaman. Fakta tersebut tak bisa dipungkiri karena menurut sensus BPS 2010 terdapat sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Karena itu keberagaman menjadi sebuah kekayaan bagi Indonesia.
Namun, kekayaaan itu tentu tak lepas dari tantangan untuk saling memahami satu sama lain. Hal itu membuat Yayasan Helping Hands menggelar Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa yang bertujuan untuk menyatukan berbagai anak bangsa dari Aceh hingga Papua, dengan beragam suku, agama hingga perbedaan kondisi fisik.
Semua itu dimasukkan ke dalam sebuah kurikulum ekspedisi alam outdoor education yang dilangsungkan di OBI Eco Campus, Jatiluhur, Jawa Barat, dari 25 Oktober sampai 1 November 2019.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Eksekutif Yayasan Helping Hands Wendy Kusumowidagdo sebagai penyelenggara kegiatan menerangkan, Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa sejatinya adalah program beasiswa pertukaran pelajar bagi 29 siswa-siswi setara SMU dan termasuk di dalamnya adalah para pelajar Sekolah Luar Biasa (SLB), yang notabene penyandang disabilitas.
Keistimewaan Program Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa terletak pada upayanya untuk mengintegrasikan secara penuh siswa-siswi dari beragama suku bangsa, etnis, agama, termasuk yang istimewa, anak-anak remaja yang difabel dengan nondifabel.
Selama delapan hari penuh berkegiatan bersama, menghadapi dan menyelesaikan tantangan bersama apapun kondisinya, sampai mendaki gunung dan menjelajah danau, semua dilakukan bersama-sama. Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa adalah program yang menerapkan inklusivitas secara utuh tanpa batas.
"Misi besar Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa adalah agar para bibit penerus perjuangan bangsa ini mendapatkan pengalaman dan pembelajaran bersama melalui tantangan ekspedisi alam untuk mengembangkan karakter diri, kerjasama, dan toleransi di tengah tantangan, perbedaan dan keberagaman," ungkap Wendy dalam sesi Press Conference Yayasan Helping Hands yang digelar di Grand Hyatt Hotel, Jakarta, Jumat 1 November 2019.
Adapun dalam sesi Press Conference ini menghadirkan para pembicara; Ananda Sukarlan, komposer, pianis internasional; Angkie Yudistia, founder dan CEO ThisAble dan Wendy Kusumowidagdo, Direktur Eksekutif Yayasan Helping Hands.
Para siswa peserta ekspedisi sendiri datang dari berbagai penjuru Tanah Air dengan dukungan dari para sponsor yang mencakup Bank BCA, GoWork, Yayasan Kasih Mulia, Freeport Indonesia, McDonald’s, Outward Bound Indonesia dan Wardah. Total terdapat 29 siswa yang berasal dari Sumatera, Banten, DKI Jakarta, Yogyakarta, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, NTT, hingga Papua.
"Para siswa penerima beasiswa diseleksi melalui Komite Seleksi yang dibentuk oleh Yayasan Helping Hands. Seleksinya mencakup pengumpulan surat-surat perizinan dari orang tua dan kepala sekolah, surat pernyataan komitmen terhadap program dan dampaknya, CV yang menunjukkan prestasi siswa, video blog (vlog) yang dibuat oleh siswa. Ada juga proses wawancara kepada kepala sekolah dan kepada siswa," terang Wendy.
Adapun rincian kegiatan yang diikuti para siswa peserta ekspedisi adalah sebagai berikut. Pada Jumat, 25 Oktober 2019, para peserta tiba di lokasi Outward Bound Indonesia (OBI) Eco Campus, yang berlokasi di Jatiluhur, Jawa Barat. Keesokan harinya, para siswa mengikuti rangkaian workshop mengenai perdamaian, lingkungan hidup, disabilitas dan integritas.
Selanjutnya mulai hari Minggu (27/10) hingga Kamis (31/10), para siswa mengikuti kurikulum ekspedisi alam outdoor education yang meliputi; pendakian ke puncak Gunung Parang yang berketinggian 983 meter di atas permukaan laut, dengan puncak momennya adalah upacara dan penghormatan bendera merah putih di puncak Gunung Parang serta pembacaan teks Sumpah Pemuda.
"Untuk dapat menempuh pendakian ini, seluruh peserta harus mengalahkan diri sendiri dan bekerjasama dengan orang lain untuk dapat mencapai puncak bersama-sama," ungkap Wendy mengenai tantangan yang harus dilalui peserta ekspedisi.
Tantangan berikutnya, para peserta menempuh ekspedisi air di danau dengan menggunakan kano. “Sebagai canoe partners, peserta harus belajar mengelola emosi, komunikasi, bekerjasama dan berkoordinasi dengan teman atau timnya.
Selanjutnya, semua peserta membangun rakit NKRI, sebuah kegiatan yang sangat membutuhkan kerjasama, koordinasi, kepemimpinan, kesabaran guna menyelesaikan proyek membangun rakit ini,” jelas Wendy.
Seluruh rangkaian kegiatan Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa berakhir pada hari Jumat, 1 November 2019. Pada hari terakhir, para peserta dari Jatiluhur diboyong ke Hotel Grand Hyatt, Jakarta untuk mengikuti rangkaian Masterclass dan diskusi bersama para pakar mengenai isu-isu perempuan, minoritas, disabilitas, lingkungan hidup dan seni.
Adapun para pembicara di sesi Masterclass mencakup; Angkie Yudistia, founder dan CEO ThisAble; Hannah Al Rashid, aktris, model, pegiat pencak silat; Ananda Sukarlan, komposer, pianis internasional; dan Hari Prast, komikus.
Di pengujung acara, seluruh rangkaian program Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa akan ditutup dengan performance dari para peserta ekspedisi di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.
"Performance dari para peserta Ekspedisi sendiri membawa pesan penting mengenai Persatuan dan Kesatuan di tengah tantangan, perbedaan dan keberagaman," kata Wendy.
Terakhir, Wendy memaparkan melalui Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa diharapkan setiap peserta dapat belajar bahwa semua orang dapat hidup berdampingan, apapun latar belakang kehidupan dan kondisi fisiknya.
Menurut Wendy, hal ini dapat tercapai kalau kita bertoleransi dan bekerjasama. Mereka juga berharap bahwa tiap siswa yang mengikuti Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa akan meyakini bahwa #DisabilitasBukanHalangan untuk maju dan bukan halangan untuk majubersama.
"Mereka juga dapat memaknai apa arti predikat Duta Perdamaian yang disematkan kepada mereka usai mengikuti Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa dan sungguh menjalani amanah tersebut, dari hal terkecil, sampai terbesar," harap Wendy.