Liputan6.com, Jakarta - Selama ini banyak yang beranggapan kalau putus cinta membuat berat badan seseorang jadi naik. Alasannya, patan hati membuat banyak orang kurang bisa mengontrol apa yang dimakannya maupun porsi makannya yang cenderung banyak.
Benarkah anggapan tersebut? Sebuah studi terbaru menunjukkan justru menyimpulkan, putus cinta tidak selalu menyebabkan berat badan naik. Penelitian sebelumnya mengaitkan putus cinta dengan peningkatan stres dan perubahan emosi.
Orang dengan perasaan negatif cenderung makan lebih banyak dan memilih makanan tidak sehat. Namun, dalam studi terbaru, yang diterbitkan dalam Journal of the Evolutionary Studies Consortium, hasilnya berbeda.
Advertisement
Baca Juga
Â
Dilansir dari Medical Daily dan Antara, peneliti mengumpulkan 581 orang untuk menjawab survei dalam jaringan tentang hubungan mereka di masa lalu, perpisahan, dan apakah mereka bertambah atau kehilangan berat badan.
Hasilnya, 62,7 persen peserta tidak mengalami perubahan berat badan. Para peneliti lalu meminta 261 peserta baru untuk mengikuti survei yang berfokus pada hubungan jangka panjang dan berat badan mereka.
Peneliti juga melihat sikap peserta terhadap mantan pasangan mereka, siapa yang meminta putus, tingkat komitmen mereka, keinginan untuk makan, dan seberapa banyak mereka menikmati makanan.
Mayoritas peserta menjawab mereka pernah putus cinta, namun 65,13 persen tidak mengalami perubahan berat badan setelah hubungan jangka panjang mereka berakhir.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bukan Sekadar Makanan
"Kami terkejut bahwa dalam kedua penelitian yang termasuk sampel komunitas besar, kami tidak menemukan bukti 'kummerspeck' (kelebihan lemak karena makan secara emosional)," tutur Marissa Harrison, profesor psikologi di Penn State Harrisburg.
"Satu-satunya hal yang kami temukan adalah dalam studi kedua, wanita yang punya kecenderungan makan secara emosional memang bertambah berat badannya setelah putus hubungan. Tapi itu tidak biasa," terangnya.
Ia menambahkan pria dan wanita modern sekarag ini mengalami lebih sedikit stres dan perubahan emosional, karena memiliki akses yang lebih luas dan pekerjaan yang dapat mengalihkan perhatian mereka. Artinya ada hal lain yang menjadi fokus mereka daripada sekadar makanan.
Meski begitu, Harrison mencatat penelitian tersebut dapat membantu penyedia layangan kesehatan dalam mengembangkan pendekatan baru untuk orang-orang yang mengalami kondisi makan secara emosional atau berlebihan.
Advertisement