Sukses

Penyandang Disabilitas dan Hak untuk Bekerja

"Bila diberdayakan, saya percaya kaum disabilitas bisa jadi market baru bagi penyedia kerja," ujar Founder Difalink, Ni Komang Ayu Suriani.

Liputan6.com, Jakarta - Selaras dengan namanya, Difalink, online platform yang digagas Ni Komang Ayu Suriani merupakan jembatan antara penyandang disabilitas dengan perusahaan-perusahaan penyedia pekerjaan.

"Dari tahun 2012, sebenarnya (Difalink) cuma proyek yang saya kerjakan bersama orang asal Barcelona. Baru awal tahun kemarin Difalink baru running 100 persen," tutur Suri, begitu sapaan akrabnya, pada Liputan6.com  di bilangan Jakarta Selatan, Kamis, 7 November 2019.

Peran sebagai medium dijalani Difalink dengan memuat ragam lowongan pekerjaan yang diperuntukkan bagi difabel di situs resmi mereka. "Nanti teman-teman difabel bisa melamar dengan lebih dulu mendaftar sebagai member," tuturnya.

Secara garis besar, cara kerja Difalink sama dengan kebanyakan laman penyedia lowongan pekerjaan, hanya saja khusus bagi penyandang disabilitas. Setelah pengguna submit lamaran, tim Difalink akan melakukan filter.

"Kami punya kriteria khusus untuk tahu ini benar-benar penyandang disabilitas atau bukan (yang ajukan lamaran kerja)," tutur Suri. Dari situ, barulah kemudian diteruskan ke perusahan.

"Sekarang total sudah ada dua ribu-an pengguna Difalink. Perusahaan yang bergabung baru 32. Jomplang banget. Makanya PR kami masih banyak sekali," tambah perempuan asal Bali tersebut.

Diakui Suri, pendekatan lebih sulit dilakukan ke pihak perusahaan. Ia juga tak bisa memungkiri bahwa mengubah stigma dan ketakutan dalam merekrut disabilitas memang tak bisa sebentar.

"Pertama saya terjun ke dunia disablititas itu soal pekerjaan sulit sekali. Sekarang masih sulit, tapi jauh lebih mudah ketimbang 2012. Ini merupakan hasil teman-teman disabilitas senior yang sudah berjuang dari tahun 90-an," tutur Suri. 

Konsenterasi penyandang disabilitas dan perusahaan yang ada di laman Difalink baru mencakup wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Denpasar, Palembang, Batam, dan Banjarmasin.

Soal jenjang pendidikan, kebanyakan mereka tamat SMA, tapi tak sedikit pula yang bergelar S1 dan D3. "Beberapa ada juga yang hanya lulusan SMP," tambah Suri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Awal Terjun

Akhirnya berkecimpung di dunia berkenaan disabilitas, perjalanan ini, diceritakan Suri, bermula dari jadi sukarelawan sebuah yayasan disabilitas di Denpasar, Bali.

"Saya awalnya kerja di bidang hukum dan tidak menemukan ketentraman di pekerjaan. Makanya ikut kegiatan sukarelawan. Saya diminta jadi tutor Bahasa Inggris untuk teman-teman difabel muda yang nantinya akan bekerja," tutur Suri.

Kegiatan ini jadi 'tamparan keras' yang mengubah cara pandang Suri terhadap kaum disabilitas. "Selama ini saya pikir orang-orang difabel cuma di panti, menjahit, ternyata saya salah. Mereka sangat responsif dan semangat sekali," katanya.

"Ternyata sama saja dengan teman-teman saya yang lain Bedanya mereka pakai kursi roda, ada yang pakai tongkat atau tangannya cuma satu. Tapi, sebenarnya sama saja," sambung Suri.

Melihat semangat ini, Suri percaya kaum disabilitas bisa jadi pasar baru bagi perusaahan, walau perjalanan untuk mencapai goals dianggap masih sangat panjang.

Dalam perwujudan, Difalink berperan mengawal dua pihak, yakni perusahaan dan kaum difabel. "Karena masing-masing punya standar. Jadi, bagaimana kami mempertemukan standar keduanya supaya bisa jalan bareng, which is the hardest part," imbuhnya.

Proses ini akan lebih ngebut, sambung Suri, bila semua pihak terlibat dan terkoneksi dalam upaya memberdayakan disabilitas, mulai dari pemerintah, swasta, maupun komunitas kaum disabilitas.

3 dari 4 halaman

Tak Semata Jadi Penyambung

Dalam peran sebagai medium, Difalink juga punya beberapa upaya lain dalam semangat memberdayakan kaum disabilitas. Demi merangkul lebih banyak difabel, mereka mengadakan semacam job fair perdana tahun ini dan bakal jadi annual event.

Juga, melakukan monitoring pada kaum disablitas yang berhasil mendapat pekerjaan selama tiga bulan pertama. "Bertanya kendalanya di mana sama dua belah pihak supaya bisa ditengahi," kata Suri.

Kemudian, pelatihan yang benar-benar berdasakan kebutuhan market. Misal, Suri menjelaskan, demand sekarang lagi tinggi di IT, pihak Difalink akan melakukan pelatihan bagi penyandang disabilitas yang memang tertarik di bidang tersebut.

"Kami juga dalam waktu dekat akan kerja sama dengan salah satu kementerian. Programnya ada banyak, termasuk IT tadi itu. Tujuan akhirnya supaya teman-teman difabel bisa buat apps berbasis web," tutur Suri.

"Juga, bakal ada kerja sama dengan perusahaan yang fokus pada disablilitas untuk employment. Jangka ke depan mereka coba recruit, Tapi, konsenterasi awalnya supaya makin banyak yang terekspos. makin banyak (difabel) yang terhubung ke penyedia kerja," sambungnya.

Pasal, menurut Suri, ada beberapa pekerjaan yang lebih efektif dikerjakan kaum disabilitas ketimbang orang normal. "Misal, teman tuli dan down syndrom itu sangat ahli mengerjakan pekerjaan yang monoton. Orang normal pasti bosan, tapi kalau mereka akan sangat fokus," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Misi Memberdayakan Disablilitas

Selaras dengan Difalink, PermataBank dan GoLife juga punya misi memberdayakan kaum disalibitas di dunia pekerjaan.

"Permata sudah secara rutin concern pada disabilitas selama dua setangah tahun ke belakang," kata Direktur Utama PermataBank Ridha Wirakusumah saat jadi pembicara di konferensi (UFE) Sustainability Forum di Gandaria City Hall, Jakarta Selatan, Kamis, 7 November 2019.

Upaya ini dilakukan dengan membuat pusat pelatihan kaum disabilitas. Tak hanya menjahit, memperbaiki motor, dan berkenaan dengan komputer. Tapi, juga mengembangkan kurikulum khusus di bidang finansial dan keuangan.

"Dengan itu kami sudah menyentuh lima ribuan (difabel), Terdengarnya banyak, padahal masih sangat kecil karena total ada 20 juta penyandang disabilitas di Indonesia," kata Ridha.

Ambisinya, sambung Ridha, semua perbankan bisa memberi perhatian yang sama, bahkan lebih, lantaran pelatihan di bidang keuangan belum terlalu familiar bagi sekian banyak difabel.

Asa serupa juga diutarakan Senior VP GoJek sekaligus Founder GoLife Dayu Dara Permata. "Total sekarang sudah ada 12 ribu disabilitas yang bergabung dengan GoLife," katanya.

Pemberdayaan yang dilakukan tak semata memafaatkan keahilan yang sudah dipunya, tapi juga mendirikan rumah pelatihan agar kaum disabilitas bisa upgrade kemampuan demi mendapat kesempatan lebih luas.

"Terlepas dri keahlian, kami mau empower mereka untuk terlibat dalam perekonomian," kata Dara. Dengan begitu, kaum disabilitas secara tak langsung bisa mandiri secara finansial. "Rata-rata pendapatan dua kali UMR (mitra GoLife yang disabilitas)," sambungnya.