Sukses

Strategi Pengembangan Wisata Kuliner di Era Turisme 4.0

Kolaborasi antara pakem dan modifikasi dinilai penting dalam pengembangan wisata kuliner di era Turisme 4.0.

Liputan6.com, Jakarta - Jangan sampai tertinggal di era Turisme 4.0, pengembangan wisata kuliner sudah seharusnya berupa rentetan strategi jitu. Mengetahui target wisawatan, termasuk turis mancanegara, disebut Asisten Deputi Pengembangan Wisata Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Oneng Setya Harini sebagai langkah awal.

"Kita harus tahu siapa yang jadi sasaran supaya tepat guna. Berdasarkan data, wisman kebanyakan berasal dari Tongkok, Eropa, dan menyusul di peringkat ke-3 adalah Singapura," tuturnya dalam diskusi acara launching Akademi Kuliner Betawi di bilangan Jakarta Selatan, Kamis, 21 November 2019.

Wisata kuliner sendiri masuk dalam salah satu portofolio produk Kemenparektaf di kategori budaya. Era Turisme 4.0 yang lekat dunia digital membuat pelibatan generasi muda sebagai angkatan paling dekat dengan teknologi mengambil peran esensial.

"Sesederhana misal unggah di media sosal makanan apa yang menarik disertakan deskripsi yang membuat orang penasaran untuk mencoba," kata Oneng. Karenanya, pengenalan pada anak muda, terutama perihal kuliner tradisonal, jadi penting.

Dorongan agar wisata kuliner lebih dekat pada anak muda dituturkan anggota DPD DKI Jakarta Sylviana Murni bisa dilakukan dengan terus berinovasi memadankan elemen kekinian dengan bahan baku mutlak.

"Saya suka hal pakem, tapi saya juga menghargai mereka yang memodifikasi. Pakem harus dijaga karena kearifan lokal, namun tetap harus dibebaskan. Keduanya harus bersinergi. pakem dan modifikasi harus seimbang," katanya pada Liputan6.com di kesempatan yang sama.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Beri Tak Sekadar Rasa Tak Terlupakan

Oneng menambahkan, pengembangan wisata kuliner juga tak semata memberi cita rasa tak terlupakan. Tapi, bagaimana memberi pengalaman yang kian membuat wisawatan betah.

"Saya dari Yogyakarta. Setahu saya di sana sudah ada wisata kuliner mangut lele, mulai dari menangkap lele, masaknya bagaimana, sampai disajikan," tuturnya.

Gagasan ini, dikatakan Oneng, selaras dengan arah target Kemenparekraf yang tak lagi fokus pada jumlah wisatawan, tapi seberapa lama mereka bisa tinggal di destinasi. "Jadi, harus punya produk berkualitas untuk 'menahan' mereka (turis) tinggal lama," imbuhnya.

Karenanya, pihak Kemenparekraf siap bekerja sama menyusun story telling di balik sebuah makanan ntuk menambah value sajian. Juga, melakukan pelatihan untuk hospitality dalam pengemasan pengalaman wisata secara menyeluruh.

Lalu, upaya lainnya adalah mempopulerkan lima makanan nasional yang sudah ditetapkan, yakni rendang, nasi goreng, satai, soto, dan gado-gado sebagai lokomotif promosi.

"Kemenparekraf juga menetapkan tiga top destinasi kuliner. Ada Bali, Joglosemar, dan Bandung," terangnya. Terakhir, co-branding makanan Indonesia lewat 100 restoran Indonesia di mancanegara.