Sukses

Edukasi Punya Potensi Pariwisata Menjanjikan

Pengembangan pariwisata di setiap daerah harus punya karakteristik tersendiri, agar dapat mengetahui target pasar wisatawan yang disasar.

Liputan6.com, Jakarta - Pariwisata di Indonesia sedang berkembang pesat. Devisa Indonesia dari sektor ini, bahkan mencapai 19,29 miliar dolar AS. Menjelang tutup tahun ini, nilai pemasukan negara dari pariwisata masih kurang sekitar 50 juta dolar AS dari target 20 miliar dolar AS.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) optimistis target tersebut dapat dipenuhi di sisa satu bulan. Asisten Deputi Pengembangan Pemasaran I Regional IV, Kemenparekraf, Adella Raung yang bertanggung jawab mempromosikan Indonesia, untuk wilayah Australia, Selandia Baru, dan Oseania menjelaskan, perkembangan gaya hidup travelling dari warga negara asing, ikut mendongkrak pemasukan negara dari sektor pariwisata.

Hal tersebut, membuat potensi terbentuknya destinasi wisata baru. ”Selain 5 destinasi wisata super prioritas seperti Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, Likupang, dan Borobudur. Ini yang sedang jadi fokus kami, untuk menjual itu. Namun sebenarnya banyak potensi destinasi wisata lain,” tutur Adella usai memberikan bimbingan teknis promosi pengembangan pariwisata pasar Australia, Selandia Baru, dan Oseania, di Best Western Senayan, Jakarta, 2 Desember 2019.

Khusus untuk wisatawan mancanegara (wisman) asal Australia, yang datang ke Indonesia, berada di rentang umur 15-34 tahun. Klasifikasi ini ujarnya, menjelaskan wisman yang datang ke Indonesia, tidak sekadar ingin bersantai. Tapi juga ingin merasakan secara langsung pengalaman hidup bersama masyarakat.

”Kami menyebutnya sebagai volunterism tourism. Jadi para wisatawan ini, juga ikut membantu masyarakat kita, dengan cara mengajar atau bahkan belajar di Indonesia,” tterangnya.

Salah satu maskapai internasional bahkan terang dia, membuka paket travel ke Tangkahan, Sumatera Utara untuk mempelajari orangutan. Cara ini dapat dijual kepada wisman, agar lebih memberikan pengalaman hidup yang tidak didapatkan negaranya.

”Jadi tidak hanya datang, lalu foto. Tidak begitu sekarang. Jadi harus ada experience yang dirasakan. Misalnya, tidur dengan masyarakat setempat, atau ikut membantu, dan belajar,” imbuh Adella. 

Secara persentase, pertumbuhan pariwisata pada 2018 mencapai 12,58 persen. Angka, itu membuat Indonesia, berada di posisi kedua di antara negara-negara Asia Tenggara (Asean), sebelum Vietnam dengan catatan 19,90 persen. Kedua negara ini, bahkan berada di atas rata-rata kedatangan wisatawan di Asean yang hanya mencapai 7,4 persen pada tahun yang sama.

Artinya, potensi untuk terus berkembang semakin lebih luas, tidak hanya mengandalkan lima destinasi wisata prioritas yang diusung Presiden Joko Widodo. Namun, kendalanya terang Adella, dibutuhkan kejelian dari pemerintah daerah dalam melihat potensi yang dimiliki.

Dengan begitu pengembangan pariwisata di setiap daerah tidak sekadar mengikuti tren, tapi memiliki karakteristik tersendiri, agar dapat mengetahui target pasar wisatawan yang disasar.

”Sebagai contoh Jakarta, dalam beberapa tahun terakhir wisman yang datang mengalami penurunan. Padahal ini adalah ibu kota Indonesia. Tapi wisman yang datang rata-rata untuk berbisnis. Nah, ini menjadi pembelajaran kepada kepala daerah selaku CEO, untuk bisa menentukan arah bisnis dalam sektor pariwisata,” ujarnya.

Menanggapi isu tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, sedang melirik kesempatan pada wisata edukasi untuk anak-anak. Keunggulannya sebagai ibu kota, dan pusat bisnis, membuat Jakarta juga memiliki beragam pilihan destinasi seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Planetarium, Museum Nasional, Museum Sejarah Jakarta, atau ikon kota ini yaitu Monumen Nasional (Monas).

Kabid Destinasi dan Pariwisata Dinas Pariwisata DKI Jakarta Sinta menerangkan, pihaknya sedang berusaha mempromosikan beberapa destinasi wisata tersebut. Salah satu target utamanya adalah anak-anak. Sebab, selain rekreasi, nilai lebih yang dapat didapatkan adalah edukasi atau pembelajaran.

”Jakarta harus menjadi barometer wisata edukasi Indonesia yang mampu memberikan rasa aman, nyaman, dan berkesan,” terang dia. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian yang membawahi bidang pariwisata dan pendidikan menerangkan, penggabungan kedua hal ini, adalah salah satu terobosan yang patut didukung.

Politikus perempuan dari Partai Golkar yang menjadi pembicara dalam bimtek ini menjelaskan, segmentasinya dikhususkan untuk anak-anak. Tapi yang menjadi pasar utama lebih luas dari itu. Karena orang tua, juga ikut menikmati pengalaman jalan-jalan sembari mendapatkan pengetahuan.

”Wisata edukasi buat anak-anak juga memiliki banyak manfaat. Seperti dapat memberikan pengalaman langsung, kemudian merangsang, dan memotivasi pembelajaran dan hubungan timbal balik. Serta memperkuat keterampilan pengamatan dan persepsi. Sekaligus meningkatkan pengembangan pribadi, dalam kehidupan sosial bagi si anak,” ujar Hetifah.

Anggota legislatif yang terpilih dari daerah pemilihan Kalimantan Timur ini menjelaskan, guru juga menjadi target utama terhadap wisata edukasi ini. Sebab, esensi utamanya adalah, untuk menambah ilmu pengetahuan.

Tapi, dia sadar keterbatasan anggaran menjadi persoalan utama. Untuk itu, dia akan memperjuangkan agar pahlawan tanpa tanda jasa ini, juga mendapat pengalaman berwisata sembari belajar, demi melebarkan horizon ilmu pengetahuan.

Menutup diskusi ini, Nia Wardini Said Didu selaku moderator menerangkan, wisata edukasi harus lebih gencar lagi dipromosikan kepada pihak lain. Berangkat dari pengalaman pribadi sebagai seorang ibu, dia menerangkan ada kebutuhan dari masyarakat untuk mendapatkan pengalaman wisata dan edukasi bagi anak-anak.

”Para orang tua, terutama perempuan yang aktif di organisasi masing-masin, bergandengan tangan dengan DPR, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, juga Kemendikbud, agar dapat meningkatkan wisata edukasi,” pungas Ketua Umum Persatuan Istri Insinyur Indonesia ini.