Liputan6.com, Pulau Penyengat - Pelesir ke Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau tak hanya bicara soal wisata sejarah dengan menilik kejayaan di masa lampau. Di pulau di muara Sungai Riau ini juga ada kegiatan menarik lainnya.
Satu di antaranya adalah mempelajari budaya Melayu lewat mencoba berbusana adat. Pengunjung dapat mengambil paket wisata budaya yang bernama Traditional Dress Experience.
Kegiatan ini dilakukan di Balai Adat Pulau Penyengat. Di sana, ada interpreter yang akan memandu sekaligus memberi informasi terkait busana adat Melayu yang sarat makna.
Advertisement
Baca Juga
Ketika memasuki Balai Adat, ada tiga warna yang mendominasi singgasana bernama petrakna yakni kuning, merah, dan hijau. Masing-masing warna yang juga hadir pada busana adat memiliki arti yang berbeda.
"Kuning itu simbol kejayaan atau keemasan, biasanya warna kuning dipakai oleh sultan atau raja yang takhta lebih tinggi," kata Surtini, interpreter Traditional Dress Experience di Pulau Penyengat, beberapa waktu lalu.
Tini, begitu ia akrab disapa, melanjutkan warna merah berarti keberanian yang selalu dipakai oleh panglima perang. Sementara, hijau melambangkan kesetiaan yang kerap digunakan oleh kaum temanggung.
Busana adat Melayu untuk perempuan terdiri atas beberapa bagian. Sebut saja Baju Kurung Teluk Belanga bisa juga Kebaya Labuh, di mana labuh sendiri berarti panjang, selempang, hingga kain songket.
Lipatan kain luar menjadi penanda status pernikahan. Jika lipatan terluar berada di kanan, itu tanda sudah menikah. Namun bila lipatan terluar berada di sisi kiri berstatus lajang. Penanda ini juga terlihat pada pemakaian kain pada laki-laki.
"Selempang kalau untuk perempuan di sebelah kiri dan laki-laki sebelah kanan. Karena foto di petrakna, posisi laki-laki sebelah kanan dan perempuan sebelah kiri yang berarti agar punya satu ikatan simbolnya saling melengkapi," tambah Tini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kelengkapan Busana Adat yang Sarat Makna
Kelengkapan lain dari busana adat Melayu untuk perempuan adalah bros, bengkung atau sabuk, dokoh atau kalung, pending atau hiasan di pinggang yang terbuat dari bahan logam atau kuningan. Ada pula hiasan kepala atau mahkota pengantin bernama Sunting.
"Biasanya pakai sanggul lintang untuk menikah rambut seperti digulung dahulu pakai daun pisang, tusukan masuk ke daun pisang agar tidak kena ke kepala," tambahnya.
Ada pula makna di balik jumlah kancing yang ada di dalam kelengkapan busana adat Melayu yaitu 1, 3, dan 5.
"Jumlah kancing ada maknanya, kalau orang dulu kancingnya hanya pakai pin. Dari jumlah kancing itu punya arti, kancing Melayu itu 1, 3, dan 5. 1 itu Tuhan yang Maha Esa, 3 artinya syariat Islam, 5 itu jumlah rukun Islam," ungkap Tini.
Sedangkan untuk kelengkapan busana adat Melayu untuk laki-laki mulai dari tanjak, bros, keris, bengkung, dan kain songket. Selain soal lipatan terluar kain, status pernikahan seorang lelaki Melayu juga diketahui dari posisi panjang-pendeknya kain songket yang dipakai.
Apabila kain songket jatuh terbawah di atas lutut, maka pemakainya masih lajang. Mereka yang sudah menikah dapat dikenali lewat ujung kain songket berada di atas lutut.
Advertisement