Sukses

Pencak Silat Tak Hanya untuk Bela Diri, tapi juga Membentuk Karakter

UNESCO menetapkan tradisi pencak silat sebagai warisan budaya tak benda. Pencak silat diketahui merupakan salah satu seni bela diri, tradisi khas Indonesia dari generasi ke generasi.

Liputan6.com, Jakarta Pencak silat, sebagai salah satu seni bela diri, merupakan tradisi khas Indonesia yang telah ada dari generasi ke generasi. Tradisi pencak silat berkembang ke seluruh wilayah Indonesia dengan masing-masing keunikan gerakan dan musik yang mengiringinya.

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah memasukkan tradisi pencak silat yang menjadi usulan Indonesia ke dalam Daftar Perwakilan dari Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan.

Tradisi pencak silat memiliki seluruh elemen yang membentuk warisan budaya tak benda. Tradisi pencak silat terdiri dari tradisi lisan, seni pertunjukan, ritual dan festival, kerajinan tradisional, pengetahuan dan praktik sosial serta kearifan lokal.

“Saya ucapkan terima kasih kepada UNESCO sudah memberikan kepercayaan kepada silat dan tim. Kita yang menjaga harus konsisten melaksanakan kegiatan yang berbasis kepada silat,” ucap Yahya Andi Saputra, Ketua Penelitian dan Pengembangan Lembaga Kebudayaan Betawi, pada Nyaba Kampus di FKIP Uhamka Pasar Rebo, Minggu, 22 Desember 2019.

Pencak silat pada dasarnya merupakan suatu sarana untuk saling mengikat tali silaturahmi antara masyarakat di daerah tertentu yang terbagi menjadi dua fungsi. Yakni, sebagai menghibur diri pada perayaan upacara adat setempat dan untuk membekali diri apabila ada bahaya yang akan mengancam.

Tidak hanya sekadar kekuatan pukul atau jalan jurus, pencak silat dapat membentuk karakter seseorang. Dengan pencak silat, masyarakat juga bisa saling bersilaturahmi satu sama lain. perkembangan silat itu sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu, pencak silat yang berfungsi sebagai hibur diri dan pencak silat sebagai bela diri.

 “Selain bersilaturahmi melalui silat, silat juga mengajarkan hormat kepada orang tua, guru, mendisiplinkan diri, sangat nasionalis dalam membela negara,” ucap Yahya Andi Saputra menjelaskan.

Setiap gerakan silat memiliki makna tersendiri. Yahya Andi memberikan salah satu contohnya adalah jurus silat beksi yang terdiri dari 17 pukulan yang dimaksudkan 17 rakaat.

“Seperti salat yang memadukan gerakan dan doa yang menjadi sebuah kesatuan, sama halnya dengan silat,” tutur Yahya yang pernah menulis buku soal beksi. 

Masyarakat Indonesia kini mendapat tugas besar untuk melestarikan tradisi pencak silat. Banyak hal yang perlu dilakukan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan tradisi pencak silat bagi kepentingan pendidikan, penguatan jati diri, dan memperkuat eksistensi Indonesia di dunia internasional.

 

Nadiyah Fitriyah / PNJ

Video Terkini