Sukses

Mengulik Alasan Ilmiah Lelaki Lebih Susah Move On Setelah Putus Cinta

Padahal, lelaki dalam hubungan asmara lekat dengan stereotip mudah bosan dan seenak hati putus dari sang kekasih.

Liputan6.com, Jakarta - Berbicara lelaki dalam hubungan cinta, stereoptip bosan dengan konstansi monogami, juga dengan seenaknya putus dengan kekasih, bahkan istri, telah begitu lekat. Sementara mereka dengan bebas menikmati masa lajang, anggapan mantan menangis dengan semangkuk es krim selalu jadi bayangan konstan.

Padahal, melansir dari Psychology Today, Kamis, 26 Desember 2019, lelaki pun ingin berada dalam hubungan asmara sedalam yang diinginkan perempuan. Dalam sejumlah penelitian, secara pribadi, lelaki bahkan lebih susah move on setelah putus cinta.

Berdasarkan jurnal Marital Status, Health, and Mortality yang diterbitkan Robards, James, Maria Evandrou, Jane Falkingham, dan Athina Vlachantoni pada 2012, perpisahan diasosiasikan dengan efek fisik dan mental lebih buruk untuk lelaki daripada perempuan.

Karena konstruksi sosial, secara emosional, lelaki sebenarnya sangat bergantung pada pasangan mereka dan punya alternatif sumber dukungan lebih sedikit dari perempuan. Terbukti dari sebuah survei yang dilakukan pada 1972--2012, 71 persen lelaki memilih pasangan mereka dan perempuan haya 39 persen soal pendukung emosional.

Fakta ini tak berujung kesimpulan lelaki lebih punya sedikit teman maupun keluarga. Tapi, tak lekat secara emosional membuat peran orang di sekitar mereka jadi berbeda. Bahkan, beberapa peneliti mengeluarkan argumentasi, lelaki cenderung menolak mencari pertolongan dari teman saat putus cinta.

Mereka memang akan berkumpul dengan teman dan keluarga. Tapi, kebanyakan hanya sebagai pengalih emosi, bukan penyelesaian atas gejolak psikis yang tengah dialami. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Putus Cinta Berat untuk Semua Pihak

Deretan faka berdasarkan penelitian yang telah disebutkan tak berarti putus cinta tak berat untuk perempuan. Pada dasarnya, berdasarkan studi, kejadian ini berat untuk semua pihak, bahkan teman untuk kedua mantan pasangan.

Kondisi ini menimbulkan efek secara fisik maupun psikis, baik pada lelaki atau perempuan, kendati dengan cara dan kadar berbeda. Jadi lebih berat untuk lelaki, lantaran berdasarkan penelilitan, mereka menerima dukungan tak sebanyak perempuan dari teman dan keluarga.

Juga, lelaki kurang mencari pertolongan yang dibutuhkan untuk contain emosi di masa sedih putus cinta. Karenanya, simpati yang seimbang untuk kedua belah pihak harus diperlihatkan walau cara mengungkapkannya sangat mungkin berbeda satu sama lain.