Liputan6.com, Jakarta - "Eh, tunggu. Jangan langsung dimakan. Foto dulu." Ucapan itu tentu sudah tak lagi asing di tengah masyarakat digital. Ya, mengunggah foto makanan ke media sosial sudah jadi kebiasaan yang, saking sering, boleh jadi telah dianggap lumrah.
Menurut pengamat sosial dari Universitas Nasional Erna Ermawati Chotim, tindakan ini merupakan bagian dari interaksi sosial yang dilakukan digital society. "Karena semua yang serba digital ini kasih perubahan ke banyak aspek, termasuk gaya hidup," katanya di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Advertisement
Baca Juga
Kebanyakan, makanan yang dianggap spesial sampai harus diabadikan dan diunggah ke media sosial adalah sajian tengah tren atau masuk dalam kategori baru bagi sang pengunggah.
"Foto makanan ini kemudian akan diasosiasikan dengan citra sosial tertentu. Ada pelekatan image dengan jenis makanan yang diunggah, bagaimana pengemasan foto dan presentasi potretnya," ucap Erna.
Kebiasan mengunggah foto makanan ke media sosial ini, Erna menambahkan, merupakan konsekuensi munculnya masyarakat digital.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Fusion Makanan
Masih terkait masyarakat digital, dampak lain dari keberadaan mereka adalah lahirnya ragam fusion makanan. Erna menilai, kemunculannya tak mencederai ragam sajian orisinal, melainkan sebagai kepekaan pengusaha dalam melihat tren.
"Apalagi kalau memang fusion itu berangkat dari kuliner tradisonal, saya pikir itu juga jadi salah satu upaya mempertahankan keberadaannya (makanan tradisional)," katanya.
Konteks masyarakat sekarang membuat macam-macam inovasi sajian dinilai tepat. "Orang sekarang, bagaimana pun masih belum kehilangan rasa dan tradisi makanan itu sendiri. Sekatang belum jadi masalah," sambung Erna.
Advertisement