Sukses

Taj Mahal India Sepi Pengunjung di Liburan Akhir Tahun

Sekitar 200 ribu wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, membatalkan kunjungannya ke India, termasuk Taj Mahal, pada masa liburan akhir tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pariwisata di India mengalami penurunan jumlah pengunjung yang sangat drastis. Hal ini disebabkan aksi unjuk rasa atas Undang-Undang Kewarganegaraan baru yang memicu konflik panas di beberapa kota di India.

Dilansir dari Straits Times, Senin, 30 Desember 2019, aksi protes yang telah berlangsung beberapa pekan itu menewaskan 25 orang. Sementara, sedikitnya 60 orang cidera disebabkan bentrokan yang terjadi antara polisi dan pengunjuk rasa.

Gejolak yang ditimbulkan dari aksi tersebut membuat setidaknya tujuh negara yaitu Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Israel, Singapura, Kanada, dan Taiwan, mengeluarkan peringatan kepada warga negaranya untuk tidak mengunjungi atau lebih berhati-hati ketika mengunjungi daerah-daerah yang terlibat dalam konflik tersebut. Hal itu berdampak luar biasa terhadap wisatawan yang berkunjung ke India.

Sekitar 200.000 wisatawan domestik dan internasional menunda bahkan membatalkan perjalanan mereka ke India karena alasan keselamatan. Taj Mahal yang menjadi tempat wisata primadona di India akhirnya sepi pengunjung.

Inspektur Polisi di kantor polisi khusus wisata, Dinesh Kumar membeberkan data pengunjung. Ia menyatakan telah ada penurunan pengunjung sekitar 60 persen akibat kejadian tersebut.

"Telah ada penurunan 60 persen dalam langkah pengunjung pada bulan Desember tahun ini," ujar Dinesh Kumar.

Dinesh Kumar menyatakan pihaknya berusaha meyakinkan wisatawan yang datang tentang jaminan perlindungan mereka di tempat Taj Mahal, tetapi masih banyak yang khawatir dan memutuskan untuk membatalkan liburan mereka ke monumen yang terletak di Agra, India tersebut. "Kami menjamin mereka perlindungan, tetapi banyak yang masih memutuskan untuk menjauh," sambung Kumar.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kekhawatiran Para Wisatawan

Tak sedikit pula wisatawan yang sudah berlibur dan memutuskan untuk mempersingkat waktu berlibur mereka. Seperti yang diutarakan seorang pensiunan bankir dari London, Dave Millikin. Ia bersama rombongannya akan meninggalkan India lebih cepat dari waktu 20 hari telah ia rencanakan karena alasan kenyamanan dan keselamatannya.

"Saya dan teman-teman saya adalah pensiunan yang menginginkan perjalaan santai dan tenang. Berita utama surat kabar telah menimbulkan rasa khawatir dan kita akan pergi lebih cepat dari yang kita rencanakan," kata Dave kepada Reuters.

Manajer di hotel-hotel mewah dan wisma tamu di sekitar Taj Mahal juga mengungkapkan, pembatalan pada menit-menit terakhir selama akhir tahun ini juga semakin mengurangi angka pertumbuhan ekonomi negara.

Dalam upaya untuk menekan kekerasan dan kerusuhan, pihak berwenang telah menangguhkan layanan internet di Agra. Dampak dari penangguhan internet ini diungkap Sandeep Arora, presiden Yayasan Pengembangan Pariwisata Agra cukup berpengaruh.

"Memblokir Internet telah mempengaruhi perjalanan dan pariwisata di Agra sekitar 50-60 persen," ujar Arora. (Adhita Diansyavira)