Sukses

Kondisi Hutan di Lebak dan Bogor yang Terkena Banjir Bandang

Kalau diketahui ada kegiatan ilegal di hutan, maka akan langsung diselidiki oleh tim polisi hutan melalui Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC).

Liputan6.com, Jakarta - Curah hujan yang tinggi mengakibatkan bencana banjir yang cukup memprihatinkan di beberapa daerah di Indonesia. Misalnya di wilayah Lebak, Banten dan Bogor, Jawa Barat.

Banjir bandang dan longsor menimpa enam kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten, pada 1 Januari 2020.Berdasarkan data sementara yang dilaporkan Bupati Lebak sampai , akibat banjir bandang setidaknya tercatat 1.310 rumah rusak berat, hanyut 1.226, terendam ada 520 dan jumlah pengungsinya mencapai 4.368 KK yang berasal dari 29 desa di enam kecamatan.

Menurut Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo, ia berjanji akan mendalami dugaan Pembalakan dan penambangan liar di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Kegaitan itu ditengarai menjadi penyebab terjadinya banjir bandang dan longsor di wilayah Lebak, Banten.

Banjir bandang dan longsor juga melanda Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bencana alam ini telah meluluh lantakkan daerah yang berada di kawasan perbukitan itu.

Data sementara yang dihimpun pihak Kepolisian Sektor Cigudeg, banjir bandang dan longsor mengakibatkan 766 unit rumah rusak, enam orang meninggal dunia, tiga orang hilang, dan 34 orang terluka.

Salah seorang korban selamat menceritakan mereka mencari jalan keluar dari kampung mereka dengan menyusuri hutan dan bukit terjal. Rupanya, kondisi tanah di tengah hutan sangat licin bahkan berlumpur.

Lalu, bagaimana sebenarnya kondisi hutan di kedua daerah tersebut? Menurut pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampai saat ini belum diketahui adanya pembalakan liar atau illegal logging di kedua daerah tersebut. Jadi belum ada korelasi antara kondisi hutan di daerah tersebut dengan bencana banjir yang cukup parah di awal tahun ini.

Kalau memang ada kegiatan ilegal, maka akan langsung diselidiki oleh tim polisi hutan melalui Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC). Dibentuk pada 2006, selama lima tahun terakhir mereka berhasil menuntaskan 441 operasi pembalakan liar hutan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Apresiasi Menteri LHK

Menteri LHK pun mengapresiasi banyak upaya yang dilakukan SPORC dalam menanggulangi ancaman kejahatan terhadap ekosistem kawasan hutan.

"Saya sangat mengapresiasi semua kerja yang telah dilakukan SPORC dalam menangani berbagai ancaman kejahatan terhadap keutuhan ekosistem kawasan hutan selama ini," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar yang diwakilkan oleh Wakil Menteri LHK Alue Dohong dalam sambutan tertulisnya dalam perayaan Hari Ulang Tahun SPORC ke-14 di kantor KLHK Jakarta, Senin, 5 Januari 2020.

Acara tersebut juga dihadiri mantan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) KLHK, Armand Malolohan dan Sonny Partono yang pernah terlibat aktif dalam SPORC. Mereka berharap para anggota SPORC tetap bisa bertindak tegas dan professional dalam menghadapi berbagai kasus pembalakan liar di hutan Indonesia dan menangkap para pelakunya.

"Kita punya semacam intel di berbagai daerah, biasanya para pensiunan atau purnawirawan TNI. Mereka mengunjungi beberapa daerah di Indonesia dan keluar masuk hutan. Kalau ada yang mencurigakan, mereka memberi laporan dan setelah itu kita kirim tim ke tempat yang dimaksud," tutur Sonny dalam kesempatan tersebut pada Liputan6.com.

Menjaga dan mengamankan kawasan hutan Indonesia merupakan pekerjaan yang beresiko tinggi. Untuk itu, Alue Dohong meminta seluruh anggota SPORC terus mengembangkan kapasitas dan kemampuan dalam menghadapi berbagai bentuk kejahatan terhadap kawasan hutan di Indonesia.