Liputan6.com, Jakarta - Bila orang kebanyakan menganggap masker hanya berfungsi sebagai pelindung tubuh dari polusi, tidak demikian halnya dengan Kong Ning. Seniman nyentrik asal Tiongkok itu menyebut benda itu bisa digunakan untuk meningkatkan kepedulian orang atas masalah kerusakan lingkungan.
Dilansir dari Asiaone, Rabu, 8 Desember 2020, kepedulian Kong atas kondisi Bumi dimulai sejak 2013. Ia berkeliling di Pusat Pameran Beijing dengan mengenakan pakaian yang dihiasi oleh 999 masker anti-polusi pernapasan. Gaun tersebut dinamani Marry The Blue Sky. Saat itu, ia ingin menyadarkan masyarakat akan polusi udara parah yang terjadi di ibu kota Tiongkok itu.
Advertisement
Baca Juga
Pada 2015, ia kembali berkreasi dengan ratusan masker N95 menghiasi pakaiannya sebagai bentuk protes atas kabut asap yang melingkupi Beijing. Sementara pada 2016, perempuan tersebut mengenakan gaun pengantin putih yang dihiasi 100 merpati yang bisa mengembang. Ia memamerkan busana unik yang mengandung pesan agar manusia bersama-sama melawan polusi udara dan perubahan iklim itu di situs Peringatan 11 September dan Times Square di New York.
Tapi, tak hanya isu lingkungan yang menarik perhatiannya. Ia juga menyuarakan kesedihannya atas rusaknya Katedral Notre Dame di Prancis akibat kebakaran hebat beberapa waktu lalu. Ia pun menempelkan stempel platik bergambar katedral yang sudah ada sejak abad pertengahan itu.
"Saya patah hati sebab Notre-Dame rusak," ujar Kong. "Saya harus menghadiri pameran solo saya di Museum Ludwig, Jerman, awal Mei. Saya baru bisa pergi ke Paris setelahnya dan menggunakan gaun itu serta berjalan (di sekitar Notre Dame) untuk menunjukkan bahwa semangatnya masih hidup meskipun telah hancur," tutur perempuan berusia 62 tahun itu.
Hingga kini setidaknya lebih dari 60 dari gaun nyentrik sudah dibuat perempuan tersebut sejak 2000, yakni tahun saat ia meninggalkan profesi di bidang hukum untuk menjadi seorang seniman. Kebanyakan hasil kreasinya bertema seputar perdamaian dunia atau perlindungan lingkungan.Â
Dengan desain busana tak biasa dan umumnya berukuran besar, penampilan Kong tentu saja menarik perhatian orang yang berlalu-lalang dan polisi. Sebagian pejalan kaki berhenti untuk memeluknya atau sekadar memberikan jempol. Tapi, banyak pula yang seolah tak peduli.
Selain itu, aksinya tidak selalu berjalan mulus. Ia pernah hampir pingsan ketika mengenakan gaun yang terbuat dari daun dan bunga kering dan dilapisi kain rami seberat 50 kilogram di Heilongjiang pada 2016. Saat insiden terjadi, suhu di luar ruangan saat itu mencapai 30 derajat Celcius.
Gaun tersebut dibuat untuk menyadarkan penduduk untuk menjaga bumi dengan cara lebih menghemat air dan membatasi waktu mandi tak lebih dari lima menit saja. Ia teringat pada kampung halamannya di utara Tiongkok yang menganggap air sebagai sesuatu yang sakral.
Â
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Hampir Bunuh Diri
Alasan Kong beralih profesi ternyata cukup kelam. Ia pernah menderita insomnia dan kelelahan akibat mengatasi beberapa kasus. Bahkan, ia pun mengalami gangguan saraf dan pernah mencoba untuk bunuh diri.
Akibat percobaan bunuh diri tersebut, ia dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa. Semenjak itu, ia memulai menciptakan berbagai karya seni. Hingga saat ini, karyanya mencapai 1.200 untuk lukisan minyak dan 20.000 gambar yang menggunakan pulpen. Ia juga menuliskan beberapa puisi.
Tindakannya menyuarakan perdamaian berasal dari ketakutannya di masa kecil. Saat itu, daerah kelahirannya, Mongolia Dalam, setiap hari ricuh akibat perseteruan antara Rusia dan Cina. Kedua negara tersebut memperebutkan Pulau Zhenbao atau Pulau Damansky pada 1969.
Akibat konflik tersebut, setiap harinya ia hanya bisa lari dan sembunyi di ruang bawah tanah. Ia tidak bisa bergerak bebas, tidur pun harus tengkurap dan meringkuk, bahkan selalu membawa senjata ke tempat tidur. Untuk itulah, ia tidak menginginkan orang lain merasakan hal yang sama.
Â
Menurut Kong, melalui karya seni ia bisa mengekspresikan perasaannya. Meskipun telah berusia 62 tahun, ia merasa memiliki semangat yang tidak akan padam.
"Bumi adalah ruang artistik saya. Selama saya masih hidup, saya akan menuntut perlindungan bumi," ujar Kong. (Tri Ayu Lutfiani)
Advertisement