Sukses

Cerita Akhir Pekan: Apa Kabar Dunia Tari Tradisional Indonesia?

Di tengah gencarnya budaya luar, denyut tari tradisional tetap terasa dan upaya pelestarian terus menggema.

Liputan6.com, Jakarta - Satu hal yang tak terbantahkan soal budaya Nusantara yang super kaya dengan pesona tiada dua. Sebut saja tari tradisional Indonesia tak hanya beraneka ragam, tetapi juga punya nilai-nilai filosofis dan mendalam di baliknya.

Kembali pada masa kini, tak dapat dipungkiri budaya asing tiada henti menggempur. Pengaruhnya memang begitu terasa terkhusus bagi generasi muda yang tidak sedikit lebih tertarik pada budaya luar daripada khazanah Indonesia.

"Adanya globalisasi, deras informasi produk budaya luar seperti dance atau budaya Korea yang menggeser. Sebelum itu ada India, Eropa," kata Sejarawan sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Komunikasi Guru IPS Nasional PGRI (FKG IPS Nasional PGRI), Wijaya, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 9 Januari 2020.

Wijaya melanjutkan ada tiga gelombang budaya yang masuk di Tanah Air, mulai dari Amerika Serikat, India, Asia, dan kini yang mendominasi adalah Korea. Peran besar turut hadir dari konten-konten di media sosial hingga tayangan yang sifatnya hiburan.

"Edukasi berperan salah satunya. Direktorat Kemendikbud lewat UUD Pasal 32 tentang kewajiban dan pelestarian budaya benda atau tak benda. Kewajiban melalui satuan pendidikan tinggi," tambahnya.

Transfer budaya dari kalangan seniman dengan minimnya panggung seni yang menampilkan kesenian itu sendiri, lebih khususnya pada tari tradisional. "Berdasarkan data statistik Kemendikbud pada 2019 provinsi yang memfasilitasi tidak lebih dari 11 kali per tahun secara nasional dengan tiga provinsi besar yakni Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Banten," ungkap Wijaya.

Seni tradisional terkait pada konsep religi, konteks kearifan lokal, aktualisasi manusia dalam menampilkan emosi. Salah satu solusi adalah adanya kreasi memadukan sentuhan tradisional dan modern.

"Tantangannya adalah tingkat kesukaran tari karena harus adanya keselarasan rasa, fisik, jiwa dan memahami makna filosofis setiap gerakan," tutup Wijaya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Kata Maestro Tari, Didik Nini Thowok

Pergeseran ketertarikan generasi muda pada produk-produk budaya luar, khususnya tari, tak ditampik oleh maestro tari Didik Nini Thowok. Globalisasi dan media sosial punya dampak yang begitu besar.

"Memang benar sekarang globalisasi pengaruhnya lebih cepat di media sosial juga terjadi. Cara orang yang gemar menari dengan mendalami misalnya belajar lewat YouTube," kata Didik Nini Thowok kepada Liputan6.com, Kamis, 9 Januari 2020.

Didik tak memungkiri jika saat ini dan di masanya begitu jauh berbeda. Dahulu ketika ia ingin belajar menari harus tinggal untuk menimba ilmu menari yang lebih dalam kepada gurunya.

Kendati demikian, upaya pelestarian tari yang ia galakkan tak hanya melalui sanggar tari miliknya yang menerima murid yang ingin belajar. Desember 2019 lalu, Yayasan Natya Lakshita yang ia dirikan mendapat bantuan pemerintah (banper) dari Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf).

Banper tersebut meliputi revitalisasi sanggar, TIK, dan sarana prasarana. Yayasan Didik menjadi salah satu di antara 44 penerima banper dari berbagai bidang.

"Desember serah terima, lagi enam bulan pemeliharaan ada yang masih bocor kalau sebelum itu sudah siap dihuni siap ditata dan ada peresmian. Akan ada program residensi di mana yang mau belajar menari bisa tinggal," lanjutnya.

Didik menyebut tidak ada syarat tertentu bagi mereka yang nantinya ingin mengikuti program yang telah disusun sang maestro tari, tetapi harus serius dan ada niat.

"Seperti program Kemendikbud, Belajar Bersama Maestro (BBM) selama dua minggu ada 25 siswa SMA dari seluruh Indonesia yang terpilih saya kasih pembekalan macam-macam nggak hanya tari, tapi juga jalan ke museum, candi," jelasnya.

Sementara, paket dari program residensi yang bakal dijalankan Didik akan menyasar periode libur di Indonesia berkisar bulan Juli. Nantinya selama satu minggu seperti lebih dekat dengan sang maestro, belajar tari, jalan-jalan, mempelajari tradisi, mengetahui gerakan tari dan maknanya, serta edukasi seputar budaya lainnya.

3 dari 3 halaman

Cerita Diah Kusumawardani, Pendiri Belantara Budaya Indonesia

Kisah berbeda dari seniman tari lain hadir dari Diah Kusumawardani. Ketertarikan pada budaya Nusantara terkhusus tari dan musik mengantarkannya mendirikan sebuah yayasan bernama Belantara Budaya Indonesia.

"Awalnya (mendirikan yayasan) karena saya prihatin budaya asing masuk dan (budaya) Indonesia yang kurang diminati padahal budaya kita sangat kaya. Setidaknya dalam sejarah hidup saya berguna untuk Indonesia," kata Diah kepada Liputan6.com Rabu, 8 Januari 2020.

Diah mendirikan Belantara Budaya Indonesia (BBI) pada 2014 lalu. Ia menyuarakan kampanye budaya ke berbagai tempat mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga pengajian.

Sekolah tari tradisional pun dapat diikuti secara gratis. Saat ini, murid yang berada di sekolah tarinya berusia mulai dari usia 3--50 tahun.

"Terbanyak anak-anak SD di angka produktif dengan persentase 60 persen anak usia SD dan 20 persen berada di bangku SMP dan SMA," tambahnya.

Jadwal latihan sekolah menari di Jakarta dilaksanakan di Museum Kebangkitan Nasional pada Sabtu pukul 10.00 WIB, fX Sudirman Sabtu pukul 15.00 WIB, Museum Nasional Sabtu pukul 10.00 WIB, hingga Aeon Mall JGC Jumat pukul 16.00 WIB.

Sekolah tari Belantara Budaya Indonesia juga digelar di Depok, Bogor, Cirebon, Bandung, hingga Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian yang diajarkan kepada para siswa juga tergantung wilayah.

"Kalau Jakarta ada Tari Betawi, Cirebon ada Tari Topeng Cirebon, Bandung ada Jaipongan. Satu periode tarian 4 bulan dan tesnya per 6 bulan," lanjutnya.

Bagi yang tertarik untuk ikut bergabung dengan sekolah tari BBI dapat mendaftarkan diri melalui kontak yang telah tersedia di media sosial BBI dengan menyertakan nama, usia, alamat, email, dan saat datang bisa mendaftar ulang.

Para siswa BBI juga telah mengharumkan nama bangsa dengan tampil di kancah internasional. Satu di antaranya ketika menari di fashion show ternama dunia, New York Fashion Week.

"Kita tampil di New York Fashion Week waktu itu diundang sama panitianya. Kita jadi opening fashion show memperkenalkan Tari Betawi," kata Diah.

Selain itu, Diah beserta siswa BBI juga pernah unjuk gigi di panggung Indonesian Cultural Festival di Azerbaijan, Surrey Fusion Festival di Kanada, Indonesia Cultural di Irlandia, serta menari berkeliling di beberapa wilayah di India.