Liputan6.com, Jakarta = Putus cinta tak pernah jadi pilihan mudah bagi sekian banyak orang. Setelah menimbang berbagai faktor, 'penghiburan' bahwa akan menemukan orang dan menjalani hubungan lebih baik kiranya jadi keyakinan yang menguatkan di saat-saat seperti itu.
Tapi, anggapan tersebut nyatanya tak disepakati psikiater asal Jerman Adelheid Kastner. Lewat buku karangannya Tatort Trennung atau Crime Scene Breakup dalam Bahasa Inggris. Adelheid mengeksplor kasus-kasus. di mana putus secara dramatis merusak, bahkan menghancurkan hidup banyak orang.
Advertisement
Baca Juga
Perempuan 57 tahun itu mengklaim bahwa putus dengan kondisi tersebut bisa dihindari. "Jika Anda mengamati hidup orang-orang setelah putus cinta dalam jangka panjang, jelas bahwa mereka tak jadi lebih bahagia di hubungan selanjutnya," katanya seperti dilansir dari Vice, 18 Januari 2020.
"Situs-situs kencan menyimpulkan bahwa kita bisa mengganti pasangan seperti mengganti ban mobil. Banyak orang berasumsi bahwa pasangan selanjutnya bisa membuat hidup mereka lebih baik," sambungnya.
Adelheid percaya, kebanyakan orang tahu nilai-nilai penting dalam sebuah hubungan cinta di awal usia 20-an. "Bagaimana perasaan seseorang soal kesetiaan, jenis keluarga seperti apa yang diinginkan. Keadaannya mungkin berubah, tapi pandangan akan hal-hal tersebut tak bakal berganti secara dramatis," tuturnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kuncinya Bukan Memutuskan Menyudahi Hubungan
Angan mendapat hubungan lebih baik setelah putus cinta, Adelheid menyebutkan, harus dibarengi dengan upaya adaptasi. Pasal, baik diri sendiri maupun pasangan, kalian tak akan begitu-begitu saja pada 10 atau 20 tahun ke depan.
Sebuah hubungan yang stabil bergantung pada apakah pasangan menganut nilai yang sama dan bersedia menghadapi permasalahan. "Jadi, ini bukan soal menemukan pasangan yang tepat dan sempurna sejak awal hubungan," tegasnya.
Kendati, Adelheid tak menampik bahwa ada situasi di mana keputusan menyudahi hubungan lebih masuk akal ketimbang bertahan. Kondisinya adalah saat seseorang dalam hubungan merasa tak dihargai, tidak menerima pasangan, mempermalukan, bahkan menganggap remeh pasangan.
"Saya cuma bilang, motivasi di balik putus sebaiknya bukan karena yakin kita akan menemukan orang yang lebih baik. Tapi, yakin bakal lebih bahagia sendiri," katanya.
Adelheid menyebut, sekarang lebih banyak orang merasa lebih mudah pisah dari pasangan dibanding mengalahkan fantasi dan ideal romantis mereka. "Sebagian besar kasus, bukan pasangannya yang tak tepat, tapi ekspektasi mereka yang salah," tuturnya.
Advertisement