Sukses

Perjuangan Memerangi Limbah Tekstil Konveksi Rumahan di Bandung

Sampah sisa produksi konveksi rumahan ini biasanya dibakar, lalu dibuang ke Sungai Terusan Ciwidey.

Liputan6.com, Jakarta - Ibarat dua sisi mata pisau, konveksi rumahan sanggup menggerakkan ekonomi lokal, namun meninggalkan tantangan pengolahan limbah tekstil sisa produksi. Kebiasaan memutus rantai dengan membuang limbah tersebut sudah semestinya diubah.

Adalah Miracle, tim yang tengah berupaya memperkenalkan penerapan ekonomi sirkular di salah satu lokasi pusat konveksi rumahan, yakni di Desa Padasuka, Kutawaringin, Bandung, Jawa Barat. Para penerima beasiswa Sharing the Dream dari SCG ini terdiri dari 10 orang mahasiswa.

"Desa Padasuka dipilih karena sampah sisa produksi biasanya dibakar, lalu dibuang ke Sungai Terusan Ciwidey. Tindakan ini otomatis bakal ngaruh ke mana-mana, ke kota pasti kena. Makanya kami fokus menangani masalah di hulu," kata salah satu anggota tim Miracle, Alvian.

Menggarap formulasi sejak Mei, awal Juni 2019, beberapa di antara mereka turun ke lokasi pusat konveksi rumahan tersebut untuk memeriksa situasi dan mengumpulkan fakta-fakta yang ada.

"Yang cek ke lapangan tim yang di Bandung. Karena ada juga anggota tim kami yang domisinya di Semarang dan Yogyakarta. Mereka lebih ke riset pemasarannya," imbuh mahasiswa jurusan Kewirausahaan tersebut.

Mendatangi rumah ke rumah di wilayah total 15 Rukun Warga (RW) tersebut, mereka meriset ini hingga sebulan. "Sampai kerja sama dengan karang taruna setempat dan akhirnya ada dua RW yang mau berpartisipasi," ucap Alvian.

Ia menjelaskan, setelah selesai dijahit di rumah, ragam busana tersebut biasanya disetor ke pengepul. "Pas dikasih ini warga biasanya bawa sampah sisa produksi. Misal, ada dua karung (limbah tekstil), mereka bayar Rp10 ribu buat dibuang," ucap anggota lain tim Miracle, Akbar.

"Warga bahkan kayak menyewa satu lahan buat tempat pembakaran sisa bahan produksi. Setelah dibakar, langsung dibuang ke sungai," sambung Alvian.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Produksi Barang Bernilai Ekonomi Manfaatkan Limbah Tekstil

Selain mengadakan penyuluhan tentang ekonomi sirkular, dalam praktiknya bersama pemuda setempat, Miracle menggarap proyek membuat ragam barang bernilai ekonomis memanfaatkan limbah tekstil.

"Kemarin setelah di jumlah ada 51 anak muda yang terlibat. Tapi, setiap proyek biasanya yang ikut beda-beda orang. Jadi, tergantung waktu senggang mereka," kata Alvian.

Mendapat hibahan sisa produksi dari warga, limbah tersebut disulap jadi barang-barang cantik. "Kemarin kami sudah bikin tote bag, ada pouch juga, sekarang bunga," ucapnya.

Melakukan riset pasar supaya barang yang dibuat bisa laku jadi salah satu kunci dalam produksi. Kurasi bahan dan pintar memanfaatkan bahan baku pun terus dilakukan.

Mengingat ini merupakan sisa produksi, besar potongan dan jenis bahan tak selalu sama. Di samping, tantangan menjaga semangat produksi barang sirkular yang terus dibakar tim Miracle.

Belum diproduksi secara regular membuat barang-barang ini tak bisa dijual secara masif dan konstan. "Kayak tote bag kemarin, cuma dijual ke teman-teman saja. Tapi, kami rencananya mau in-line dengan program desa," sambungnya.

Program yang dimaksud adalah pembukaan toko menjual barang-barang unggulan desa setempat. "Makanya kami juga lagi garap branding bahwa barang-barang ini adalah barang sirkular yang ramah lingkungan," ujar Alvian.

Di samping, bakal terus diajukan sebagai bentuk kerja sama ke berbagai pihak. Salah satunya adalah wedding organizer yang didorong mengganti penggunaan bunga asli dengan bunga kain produksi anak muda Desa Padasuka.

Nantinya, proyek ini akan terus berjalan dengan anggota tim baru yang beregenerasi. "Jadi, ada batch sekian nantinya yang bantu warga untuk tak hanya membuat, tapi juga memasarkan produk-produk sirkular tersebut," katanya.

Soal harga, barang-barang sirkular tersebut dipatok cukup terjangkau, yakni Rp30 ribu--Rp 50 ribu.