Sukses

Starbucks Tutup 2 Ribu Cabangnya di China Dampak Virus Corona

Starbucks di China berkontribusi signifikan dalam penjualan global. Kasus wabah virus corona memengaruhi perkiraan laba perusahaan itu.

Liputan6.com, Jakarta - Starbucks telah menutup separuh gerainya di China untuk melindungi stafnya dan mendukung upaya pemerintah untuk mengendalikan virus corona. Jumlah kematian akibat virus telah meningkat menjadi lebih dari 130 orang dan hampir 6.000 jiwa terinfeksi yang telah dikonfirmasi.

Jaringan kedai kopi itu memperingatkan bahwa infeksi virus corona yang berkembang pesat kemungkinan akan mempengaruhi kinerja keuangannya. Starbucks memiliki hampir 4.300 outlet di China, menjadikannya pasar terbesar perusahaan di luar AS, seperti dikutip dari BBC, Kamis (30/1/2020). 

Chief Executive Starbucks Kevin Johnson mengatakan perusahaan itu "menavigasi situasi yang sangat dinamis".

Perusahaan mengatakan kepada analis Wall Street bahwa mereka telah berencana untuk meningkatkan perkiraan laba tahunan setelah kinerja kuartal pertama yang lebih baik dari perkiraan tetapi memutuskan untuk tidak mengubah proyeksi karena virus.

Starbucks membuka kedai di China pertamanya di Beijing pada Januari 1999. Penjualan China menyumbang sekitar 10 persen dari pendapatan global Starbucks, menjadikan negara itu mesin pertumbuhan global paling penting.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Penutupan

Apa yang dilakukan Starbuck juga menjadi tantangan utama yang dihadapi perusahaan global lain, seperti Apple, Toyota, dan Facebook. Mereka meminta untuk mengurangi jam buka toko di China dan meminta agar tak bepergian ke sana. Tindakan tersebut untuk melindungi karyawan mereka.

Ratusan warga negara asing telah dievakuasi dari pusat kota Wuhan di China, pusat penyebaran penyakit tersebut. Penerbangan telah meninggalkan kota itu, termasuk warga Jepang dan AS, sedangkan Komisi Eropa mengatakan akan membantu memulangkan warga negara Eropa setelah permintaan dari Prancis.

Pada saat yang sama perusahaan-perusahaan di China telah menyarankan staf mereka untuk bekerja dari rumah dalam upaya untuk memperlambat penyebaran virus mematikan itu. Mereka juga menawarkan liburan yang lebih lama kepada pekerja, serta memberi tahu karyawan kembali dari daerah yang paling terkena dampak untuk menjauh dari pekerjaan.