Sukses

Jelajah Ekshibisi MUFFEST 2020, dari Busana yang Sempat Mejeng di Paris sampai Mutiara Asli Lombok

Ekshibisi ini tersebar di tiga bagian, yakni Main Lobby, Plenary Hall, dan Cendrawasih Hall selama penyelenggaraan MUFFEST 2020, 20--23 Februari 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Area ekshibisi selalu punya daya tarik tersendiri dalam penyelenggaraan Muslim Fashion Festival (MUFFEST) dari tahun ke tahun. Mengakomodir euforia yang konstan naik, salah satu atraksi di MUFFEST 2020 ini diperluas ke tiga area, yakni Main Lobby, Plenary Hall, dan Cendrawasih Hall Jakarta Convention Center (JCC).

Liputan6.com berkesempatan melihat-lihat dan menemukan beberapa cerita exhibitor yang cukup menarik untuk disimak. Pertama, berlokasi di Main Lobby, terdapat Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang.

Seksi Pemberdayaan BBPLK Semarang Purwatiningsih menjelaskan, balai pelatihan di bawah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI ini memiliki dua jurusan andalan, yakni bisnis manajemen dan fashion technology.

Semua koleksi, mulai dari ready-to-wear, hijab, sampai tas, yang dibawa ke MUFFEST 2020 merupakan karya siswa binaan mereka. Upaya penambahan kompetensi bagi penganggur ini berjalan selaras dengan produksi lebih ramah lingkungan.

Dalam proses pewarnaan, misalnya. Busana di sini tak mengenakan pewarna buatan. "Kayak hijab yang kami bawa, warnanya itu dari daun yang kami petik, terus dipukul-pukul langsung ke bahan," cerita Purwatiningsih pada Liputan6.com di bilangan Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).

"Sumber warnanya bisa dari daun jati, daun jarak, pepaya jepang, atau bahan-bahan lain di sekitar kami. Tempel-tempel, lalu ditunggu beberapa jam nanti menyeplak. Makanya bentuk tidak beraturan, tidak ada model yang sama karena kadang daunnya yang satu agak miring ke sana, yang lain lebih miring ke sini," imbuhnya.

Sementara, tas-tas yang dibawa terbuat dari sisa bahan busana. "Daripada jadi sampah, akhirnya dibuat tas. Di BBPLK Semarang, kain perca juga dimanfaatkan sebagai bahan membuat hiasan pot dinding," sambungnya.

 

Kepala BBPLK Semarang Edy Susanto menuturkan, keberterimaan pada produk-produk karya siswa binaan mereka sudah sampai skala internasional. Tahun lalu, tepatnya pada bulan September, koleksi mereka dibawa mejeng di Prancis, Paris.

"Ready-to-wear yang dibawa ke sana habis, terus masih ada pesanan lanjutan. Terakhir, dua bulan lalu kami buat," ujarnya. Masih dekat dengan alam, pewarnaan busana dominasi hitam itu, Edy menjelaskan, menggunakan arang.

Purwatiningsih menambahkan, pemesanan busana di balai pelatihan Semarang memang dilakukan dengan sistem pre order. "Kayak yang kami bawa sekarang ke MUFFEST hanya 80 pcs. Itu contoh-contoh saja," ucapnya.

Turut berpartisipasi dalam gelaran fashion show MUFFEST bertema erupsi gunung berapi dan kebakaran hutan, konsep slow fashion diusung BBPLK Semarang lewat busana yang mudah dipadu-padan dengan warna-warna, seperti hitam, abu, kuning, dan merah.

"Terus misal outer-nya bisa dikombinasikan dengan atasan yang lain. Jadi, usia pakai busananya lebih panjang," tutur Purwatiningsih.

Hijab koleksi BBPLK Semarang dibanderol Rp120 ribu, sementara busana siap pakai berkisar Rp200 ribu--Rp800 ribu. "Kami juga tawarkan potongan harga antara lima sampai 10 persen selama pameran di MUFFEST 2020," tandasnya. 

Saksikan Video Pilihan Berikut:

2 dari 2 halaman

Kerajinan Tangan Asal NTB

Beranjak ke Cendrawasih Hall, terdapat booth Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTB dengan display produk berbeda dari tenant sekeliling. Sesuai namanya, booth ini memuat ragam kerajinan khas Nusa Tenggara Barat (NTB) yang produsennya berada di bawah binaan Dekranasda NTB.

Beberapa barang yang dipajang adalah tas anyam bermaterial rotan, kain dari Lombok Tengah dan Timur, serta mutiara asli Lombok. "Produk aksesori mutiara ini merupakan desain karya Ibu Riana, seorang perancang, sekaligus pembina pengrajin perak di Lombok," kata Nini, perwakilan Mutiara Lombok by Riana Meilia.

Memeriahkan ekshibisi MUFFEST 2020, pihaknya membawa 50 buah produk, terdiri dari kalung, gelang, anting, cicin, dan bros. Sesuai namanya, penggunaan meterial mutiara air laut jadi daya tarik utama ragam produk tersebut.

"Mutiara air laut mahal karena bentuk, makin bulat makin mahal. Terus dilihat sinar dan warna. Tak ada titik-titik di mutiara, makin bagus. Setelah jadi produk, harganya ada yang puluhan, bahkan ratusan juta rupiah," ujar Nini.

Di samping mutiara air laut, terdapat pula bros dan tas yang berhiaskan keong. Nini menceritakan, pengguaan material ini dimaksudkan Riana untuk mengurangi sampah keong tak terpakai yang berserakan dan membuat pantai di Lombok kotor. 

Produk karyanya dibanderol mulai dari Rp1 juta-an untuk yang bermaterial mutiara. lalu souvenir seperti bros dihargai mulai Rp300 ribu.

Selain itu, terdapat pula songket yang dipasarkan langsung penenun asal Lombok Tengah bernama Ani. "Tapi, ini juga ada songket dari Lombok Timur," katanya. Ia pun memperlihatkan songket ragam warna, di mana beberapa ber-tone lembut, sementara sisanya berhias motif kontras.

"Yang warnanya (kain) kalem-kalem ini pakai pewarna alami. Bisa dengan daun-daunan, itu daun yang ada di sekitar rumah, terus bisa juga pakai sabut kelapa," tambahnya.

Ia bercerita, satu lembar kain biasanya membutuhkan waktu pembuatan 1,5 bulan. "Yang kami bawa ke MUFFEST 2020, harga songketnya mulai dari Rp1,5 juta. Ada diskon rata-rata 10 persen," ucapnya.

Juga, terdapat pula tas bermaterial rotan, serta bambu di sini dengan banderol harga mulai dari Rp200 ribu.

Selain dua booth di atas, koleksi ready-to-wear berupa atasan, bawahan, serta outer juga sangat mudah dijumpai di area ekshibisi, ditambah mukena dan berbagai pilihan hijab dengan tawaran diskon tak kalah menarik.