Sukses

Jelajah Jiwa Hapus Stigma untuk Mencegah Bunuh Diri

NoRiYu berhasil menyelesaikan penelitian kualitatif yang sangat berat dengan judul Aspek Biopsikososial Tindakan Bunuh Diri Pada Dua Orang Pelukis di Yogyakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Apa yang membuat seseorang untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri? Tentunya tak mudah dan butuh penelitian yang sangat mendalam tentang hal tersebut. Meneliti bunuh diri memang identik dengan tema yang "dark".

Namun Nova Riyanti Yusuf (NoRiYu) secara konsisten bergelut dengan penelitian bunuh diri sejak 2008. Pada 2008, saat itu NoRiYu sedang menjalankan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di FKUI dan harus menentukan topik tesis sebagai syarat kelulusan menjadi dokter spesialis jiwa.

NoRiYu sendiri sejak 2003 telah menerbitkan novel Mahadewa Mahadewi bersama penerbit Gramedia Pustaka Utama. Namanya terbawa dalam generasi Sastra Wangi bersama Ayu Utami, Fira Basuki, dan Djenar Maesa Ayu.

[bacajuga:Baca Juga](4159550 4086665 4150824/)

Ia merasa tertantang untuk meneliti tentang seniman dan bunuh diri karena juga merasa bagian dari seniman. Untuk itu, saat berbagai teori mengatakan bunuh diri erat pada seniman (Kurt Cobain, Ernest Hemingway, Virginia Woolf, Sylvia Plath, dan dua pelukis di Indonesia telah pergi karena bunuh diri), NoRiYu menjadi sangat penasaran dan menemukan 2 kasus pelukis bunuh diri di Yogyakarta.

NoRiYu berhasil menyelesaikan penelitian kualitatif yang sangat berat dengan judul Aspek Biopsikososial Tindakan Bunuh Diri Pada Dua Orang Pelukis di Yogyakarta.

Studi Kasus dua pelukis yang meninggal karena bunuh diri. Dalam tesis itu NoRiYu mendapatkan informasi bahwa kedua pelukis tidak mempunyai anggota keluarga yang melakukan bunuh diri. Berbagai wawancara menunjukkan bahwa pelaku kemungkinan mengalami masalah kejiwaan.

"Kedua seniman juga diduga mempunyai beragam stresor, yang terkait dengan karya seni (lukisan), hubungan pribadi dengan kekasih, dan masih banyak lagi hal-hal yang membuat kedua seniman memutuskan untuk bunuh diri," papar NoRiYu.

Beberapa warning signs diantaranya adalah menjelang bunuh diri menunjukkan karya lukis yang depresif (di mana NoRiYu menggunakan juga teknik triangulasi dengan melakukan analisis lukisan bersama kurator lukis, budayawan, dan psikiater Eugen Koh dari The Dax Centre - University of Melbourne yang pakar art and healing) dan sikap mereka yang tidak kuat menghadapi berbagai persoalan maupun penyakit yang menyertainya. Juga ada perasaan bersalah dan berdosa.

Hal itulah yang menjadi dasar NoRiYu menjadikan tesisnya sebagai buku dengan judul Jelajah Jiwa Hapus Stigma: Autopsi Psikologis Bunuh Diri Dua Pelukis.

Dalam peluncuran buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu 11 Maret 2020, akan dihadirkan sejumlah pembicara.

Yakni Prof Byron Good, Antropolog di Departemen Kesehatan Global dan Kedokteran Sosial Harvard Medical School, Hana Madness seorang pelukis, aktivis kesehatan mental dan Ratih Ibrahim, psikolog klinis dan Direktur Personal Growth. Sudjiwo Tejo juga tampil memainkan saxophone dengan tema kesepian.

Para pakar akan membahas tentang misteri dari tindakan bunuh diri itu sendiri, kecenderungan bunuh diri di kalangan kreatif, apa peran masing-masing kita dalam upaya pencegahan bunuh diri. Selain itu penting sekali agar masyarakat bisa membangun empati kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga bunuh diri, alih-alih menjadikan mereka obyek stigma.

NoRiYu menunjukkan bahwa, "Walaupun kedua pelukis ini telah tidak ada tetapi melalui buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma, saya merasa ikut belajar tentang perjalanan hidup seseorang. Bahwa setiap orang punya cerita dan masalahnya masing-masing, sehingga penting sekali bagaimana kita berperan dalam kebaikan bagi sesama manusia."

Buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma diselingi intermeso berjudul "Diantara Hemingway, Sartre, DeBeauvoir, dan Che Guevara." Intermeso ini adalah hasil napak tilas NoRiYu terhadap penulis pemenang Novel Sastra yang juga bunuh diri, Ernest Hemingway.

Dalam berbagai kesempatann saat ke Casablanca - Maroko, Idaho - AS, Havana - Kuba, dan Paris - Perancis, NoRiYu menggunakan waktu luang untuk mengikuti jejak Hemingway semasa hidupnya. Napak tilas dilakukan pada 2011, 2012, 2018 dan 2019.

Konsistensi NoRiYu juga dilanjutkan sampai 2019 saat ia promosi doktor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan menghasilkan disertasi berjudul "Deteksi Dini Faktor Risiko Ide Bunuh Diri Remaja SMA/SMK di DKI Jakarta".

Ia menghasilkan instrumen deteksi dini faktor risiko ide bunuh diri sebagai bagian dari upaya pencegahan. Disertasi ini pun sudah dalam proses penyuntingan yang dilakukan oleh penyunting buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma, Imelda Bachtiar. NoRiYu akan mengeluarkan 2 seri buku bunuh diri berdasarkan penelitian.

Nova Riyanti Yusuf adalah anggota DPR RI periode 2009-2014 dan 2018-2019, yang pernah menginisiasi RUU Kesehatan Jiwa dan menjadi Ketua Panitia Kerja RUU Kesehatan Jiwa Komisi IX DPR RI sehingga akhirnya dihasilkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.

Selain meneliti, menulis, berpraktek sebagai psikiater profesional, dan aktif sebagai pembicara di berbagai forum, NoRiYu juga Sekretaris Jenderal Asia Federation of Psychiatric Associations (AFPA), Dewan Pakar Badan Kesehatan Jiwa Indonesia (Bakeswa Indonesia) dan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta (PDSKJI – Jaya).

Melalui buku ke-12 yang diluncurkan hari ini, NoRiYu mengajak pembaca untuk peduli menjelajah jiwa manusia dalam lingkup terdekat kita sendiri dan menghapus stigma sehingga bunuh diri bisa dicegah. Buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma akan dijual di seluruh toko buku Gramedia secara Nasional.

"Saya berharap buku ini dapat diterima oleh masyarakat luas dan sudah saatnya bunuh diri dikisahkan ke layar lebar dengan informasi dan dukungan data penelitian yang adekuat serta memberikan manfaat edukatif bagi para penontonnya," pungkas NoRiYu.