Sukses

Dukung Petani Lokal, UKM Buah Edukasi Masyarakat dengan Produk Tanpa Pengawet

Memberdayakan petani lokal tidak hanya kewajiban pemerintah, namun juga sektor industri yang memiliki keterkaitan langsung dengan usaha perkebunan.

Liputan6.com, Jakarta - Produk pertanian hortikultura seperti buah dan sayur memiliki prospek jangka panjang yang menjanjikan. Berdasarkan data BPS tahun 2019 yang lalu, hortikultura ikut membantu meningkatkan nilai tukar petani (NTP) dibandingkan sektor tanaman pangan. Apalagi kualitas buah dan sayur lokal tidak kalah dengan produk impor yang banyak mengandung bahan pengawet.

Salah satu usaha kecil menengah (UKM) yang menaruh perhatian besar terhadap hasil produk petani lokal adalah Itsbuah. Usaha minuman kesehatan yang didirikan oleh Hamzah Parsaoran Sinaga ini memang fokus pada pemberdayaan hasil tani dalam negeri.

Menurutnya, memberdayakan petani lokal tidak melulu menjadi kewajiban pemerintah, namun juga sektor industri yang memiliki keterkaitan langsung dengan usaha perkebunan.

“Sejak awal, kami mendirikan bisnis minuman kesehatan ini sudah berkomitmen untuk menggunakan sayuran dan buah-buahan lokal. Banyak yang mengatakan bahwa buah sayur impor lebih berkualitas, menurut kami pendapat tersebut tidak tepat. Apalagi proses pengiriman dari luar hingga masuk ke Indonesia membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, dan jika buah tersebut masih awet, tentu perlu dipertanyakan,” tuturnya saat ditemui di Jakarta, 16 Maret 2020.

Buah lokal, katanya, lebih menang dalam urusan rasa dibanding buah impor. Bahkan nilai gizinya pun lebih tinggi karena tidak melalui proses penyimpanan lama alias pengawetan yang menurunkan kualitas. Apalagi Indonesia adalah negara tropis, di mana buah dan sayuran yang diproduksi di negara seperti ini lebih unggul kandungan vitaminnya dibandingkan dari negara sub tropis.

Hamzah menjamin bahwa produk-produk itsbuah yang bahannya diambil dari hasil panen petani lokal tersebut tidak menggunakan bahan pengawet sama sekali.

“Minuman kami hanya tahan maksimal tiga hari. Jadi yang kami jual benar-benar minuman segar tanpa bahan kimiawi, tambahan air maupun gula. Selain itu, kemasan yang kami gunakan pun menggunakan botol kaca sehingga ramah lingkungan,” tuturnya. Dari sisi harga, diakui Hamzah bahwa produknya memang lebih mahal dari harga pasaran.

“Pangsa pasar kami memang mereka yang benar-benar serius untuk hidup sehat. Biasanya segmen ini lebih memperhatikan kualitas produk dibanding harga. Selain itu, mereka juga memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosialnya sehingga dalam memilih produk, mereka mencari nilai tambahnya,” ucapnya.

Adanya pandemik Corona berdampak pada meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Hamzah menambahkan bahwa selama masa pandemk seperti ini, itsbuah ingin berkontribusi dalam hal peningkatan daya tahan tubuh masyarakat.

“Mengonsumsi buah dan sayur murni, apalagi dari petani lokal yang tidak menggunakan bahan tambahan, bisa membantu tubuh meningkatkan imun. Kami memberikan harga khusus selama masa-masa sulit ini. Termasuk juga dalam setiap paket detoks yang terjual, kami menyumbangkan satu botol untuk anak-anak kurang mampu yang kekurangan gizi,” tutur Hamzah lagi.

Seperti diketahui, World Bank pada 2017 melaporkan bahwa Indonesia adalah negara ke-4 di dunia dengan jumlah balita stunting tertinggi. Jumlah stunting (kondisi gagal tumbuh anak balita yang disebabkan oleh malnutrisi kronis) di Indonesia hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan India, Pakistan, dan Nigeria.

Data termutakhir dari hasil riset studi status gizi balita Indonesia (SSGBI) 2019 mencatat bahwa jumlah balita stunting di Indonesia saat ini mencapai 27,67 persen. Artinya, terdapat 6.3 juta dari populasi 23 juta balita di Indonesia yang mengidap masalah stunting.

Jumlah yang telah melampaui nilai standar maksimal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni sebesar 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita dalam suatu negara.

“Kami ada program #berbagisehat. Jadi setiap donasi dari konsumen yang membeli paket itsbuah, bisa menjadi kontribusi nyata untuk mengurangi masalah gizi buruk di Indonesia,” pungkas pria yang akrab dipanggil Hapasi ini.