Liputan6.com, Jakarta - Jalan hidup seseorang memang tak bisa ditebak. Mereka yang saat ini berada di atas angin, dalam waktu singkat bisa saja terpuruk. Seperti cerita menarik di balik profesi penjual es cincau ini. Tak ada yang menyangka kalau dulunya ia seorang General Manager (GM) dengan gaji bulanan Rp100 juta.
Lewat youtube channel Gavy Story, penjual cincau bernama Hasanuddin ini membagikan cerita hidupnya. Pria berusia 65 tahun ini ternyata punya perjalanan hidup yang inspiratif.
Hasanuddin bercerita kalau masa mudanya bergelimang harta. Ia dulu bekerja sebagai GM di sebuah perusahaan hiburan. Penghasilannya sebulan mencapai angka Rp100 juta. Tapi kini, ia memilih menjadi penjual es cincau dan es nanas.
Advertisement
Baca Juga
Dengan tubuhnya yang sudah tua, Hasanuddin berjalan keliling menjajakan es cincau dan es nanas racikannya. Dengan mengandalkan gerobak sederhana, Hasanuddin menawarkan es setiap hari. Tampilannya sangat sederhana, tak ada yang tahu kalau ia dulunya hidup nyaman dengan harta terjamin.
"Dulu punya rumah tingkat di Jakarta, punya mobil, komplit lah, ya itu dulu," kenang pria yang mengaku seorang mualaf ini. Pria ramah ini juga mengaku memilih masuk Islam sejak 22 tahun yang lalu. Meski kini hidupnya pas-pasan, ia mengaku hatinya lebih tenang.
Hasanuddin selalu mengucap syukur atas hidupnya kini. Meski segalanya serba terbatas, keadaan ini dianggap jauh lebih baik dibanding saat ia bergelimang harta. Lalu, kenapa ia sekarang jadi penjual es cincau?
Hasanudin mengatakan dirinya lupa diri saat kehidupannya serba berkecukupan. Saking melimpahnya, ia tak keberatan saat istrinya ingin berbelanja, makan enak di restoran mahal, dan menikmati kemewahan lainnya.
Ia pun tak keberatan kerap diutangi sejumlah uang oleh teman-temannya. Ternyata semua itu membuat keuangannya perlahan-lahan mulai menipis. Ia bahkan pernah berhutang sampai Rp3 miliar. Lalu, konflik pun mulai muncul antara dirinya dengan istrinya hingga kemudian memutuskan untuk bercerai.
Jadi Mualaf
Hasanudin kemudian mencoba untuk membangun rumah tangganya kembali dengan menikahi seorang wanita. Sayangnya, pernikahan keduanya juga diwarnai konflik dan kembali kandas.
Kekayaan yang dimiliki Hasanudin habis dan bahkan kehilangan pekerjaan. Namun, ia tak ingin menyerah. Hasanudin pun mencoba untuk mencari istri kembali.
Usahanya membuahkan hasil. Tetapi, wanita tersebut meminta satu syarat bila ingin meminangnya menjadi seorang istri. Hasanudin diminta untuk jadi mualaf kalau ingin menikahi wanita tersebut.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, ia pun bersedia Hasanudin kemudian merantau ke Sukabumi, Jawa Barat, dan memulai hidup baru dengan sang istri. Di sana ia kembali memulai hidupnya yang baru dan mencoba melupakan masa lalunya.
Kehidupan jadi mualaf membuatnya menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan tidak lagi menyesali apa yang terjadi di masa lalunya. Kini, penghasilannya sebagai penjual es cincau memang jauh berbeda dibandingkan saat masih menjadi General Manager.
Advertisement
Kepuasan Batin
Segelas es cincau dan es nanas yang ia jual harganya hanya Rp 5.000. Untuk mendapatkan uang Rp100 ribu saja, Hasanuddin harus keliling seharian. Tak jarang, ia kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhannya.
Setiap hari ia sibuk keliling kawasan Cikole sampai ke Degung Kota Sukabumi. Ia juga sering mangkal di dekat kampus Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
Video berdurasi 16 menit ini langsung mendapat banyak perhatian warganet. Sejak diunggah pada Januari 2020, video itu sudah dilihat lebih dari 2,4 juta kali.
Reaksi warganet juga banyak yang memuji dan menyemangati Hasanuddin. Tak sedikit juga yang mengaku punya pengalaman sama. Ada juga yang memberi donasi berupa uang bahkan sampai paket umrah gratis untuknya.
Ada sebuah kepuasan batin yang membuat Hasanudin selalu bersyukur. "Saya sudah tidak memikirkan itu (masa lalu) saya. Dulu saya dapat gaji Rp100 juta, sekarang nilainya rasanya lebih dari itu," ucapnya dalam video yang terdiri dari tiga bagian tersebut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement