Sukses

Cerita Akhir Pekan: Suka Duka Para Orangtua Saat Mengajar Anak di Rumah Berbulan-bulan

Bagi orangtua yang terbiasa menyerahkan urusan belajar anak di sekolah, tak mudah mengambil alih peran guru di rumah.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona COVID-19 membuat sebagian besar orang harus berada di rumah. Anggota keluarga yang biasanya sibuk di luar rumah jadi berkumpul di rumah. Biasanya dalan sebuah keluarga, orangtuabekerja di kantor atau tempat lain, sedangkan anak-anak bersekolah.

Dengan adanya imbauan physical distancing maupun karantina mandiri, semua anggota keluarga bekerja dan belajar di rumah. Namun bagi orangtua yang terbiasa menyerahkan urusan kegiatan belajar mengajar anak di sekolah, tak mudah mengambil alih peran guru di rumah. Bagi sebagian orangtua dan guru hal ini adalah pengalaman baru. Tentunya ada yang menyenangkan dan ada juga yang kurang mengenakkan.

"Lumayan repot, mana anaknya susah belajar. Setelah beres harus fotoin dan kirim ke gurunya pada batas waktu tertentu," ucap Enny, ibu satu anak saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 11 Juni 2020.

Enny mengaku masih beruntung karena anak yang diurus hanya satu. Pengalaman luar biasa dialami orangtua yang memiliki anak lebih dari satu. Seperti Ferry Susilo yang memiliki tiga anak , dua laki-laki dan satu perempuan. Rumahnya mendadak lebih heboh dari biasanya karena kebijakan belajar di rumah.

"Kalau ada tiga mata pelajaran dalam satu hari, berarti ada tiga materi dan tiga tugas per anak yang dikerjakan secara online," ucap Ferry pada Liputan6.com, Kamis, 11 Juni 2020.

Masalahnya lagi, gawainya hanya ada satu. Jadi untuk melihat tugas, mengirimkan, dan membuat evaluasi, menggunakan gawai yang sama. Meski sang istri yang lebih banyak mendampingi anak-anaknya belajar, tapi Ferry juga ikut membantu agar beban istrinya melakukan pekerjaan rumah tangga sedikit berkurang. Ditambah lagi mereka tak menggunakan jasa ART (Asisten Rumah Tangga) dan tidak ada anggota keluarga dewasa lainnya yang tinggal bersama mereka.

"Jadi kebayang kan, anak tiga berebut ponsel. Selama ini memang saya dan istri membatasi pemakaian ponsel buat anak-anak. Sekarang ini mereka jadi ribut, ya tapi ada sisi positifnya, anak belajar sambil belajar antre (gawai), kerja sama, dan toleransi," terangnya.

Bagi Ferry, yang terpenting memang kesiapan orangtuanya. Kalau biasanya ia dan istrinya hanya membimbing PR (pekerjaan rumah), kini harus memberikan materi, mendampingi pengerjaan tugas, sampai pengiriman tugas lewat e-mail atau WhatsApp (WA) dalam waktu tertentu.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Ada Sisi Positifnya

Semua proses tersebut biasanya baru selesai menjelang sore pukul 17.00. Saat anak-anak mengerjakan tugas, Ferry baru bisa menyelesaikan pekerjaan kantornya. “Bukan cuma saya, teman-teman saya yang anaknya masih di SD juga pada ngeluh, jadi susah fokus kalau mau kerja,” kata Ferry.

Namun ia tetap melihat dari sisi positifnya, hubungan anggota keluarga menjadi lebih erat dan dekat.  Bukan hanya orangtua yang kerepotan dengan pembelajaran daring. Hal serupa dialami para guru.

Menurut Intan, seorang guru Sekolah Dasar (SD) di kawasan Jakarta Selatan, terbatasnya fasilitas jadi tantangan dalam pembelajaran daring. Begitupun dengan cara penggunaan aplikasi online

Intan mengaku, hambatan terbesar dalam belajar online adalah memberikan pengarahan kepada orangtua bagaimana cara menggunakan aplikasi. Apalagi masih banyak siswa yang belum terdaftar sehingga mereka tidak bisa login.

"Belum lagi masalah server down, jadi ada yang kesulitan mengunggah tugas. Biasanya server down karena banyak yang mengakses untuk mengunggah tugas," ungkap Intan pada Liputan6.com.

Untuk membagi waktu dengan keluarga, Intan mengaku, pekerjaan dilakukan saat anaknya sedang tidur. “Anak saya umurnya masih dua tahun, jadi jam tidurnya masih sering, jadi saya lumayan punya waktu buat bekerja di rumah,” tutupya.

3 dari 3 halaman

Membuat Suasana Lebih Hangat

Meski bukan sesuatu yang mudah dan baru kali ini terjadi, belajar dari rumah di tengah pandemi bisa disiasati agar lebih menarik dan tidak terlalu menguras emosi. Menurut psikolog anak dan remaja, Nina Septiani, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membuat suasana di rumah saja menjadi lebih hangat.

Caranya, orangtua sejak awal harus memberi penjelasan tentang suasana yang sedang tidak kondusif yang membuat anak-anak harus belajar di rumah dan begitu juga dengan beberapa orang seperti orangtua mereka, harus bekerja di rumah. "Sebaiknya pakai bahasa yang sederhana saja, yang mudah dimengerti anak," ucap Nina pada Liputan6.com, Jumat, 12 Juni 2020.

Selain itu, susun jadwal belajar yang disepakati anak dan orang tua. Dengan begitu, anak merasa punya peran, tidak merasa dikecilkan sekaligus diajarkan punya tanggung jawab dengan kesepakatan yang telah dibuat.

Kebiasaan mandi dan sarapan sebelum berangkat sekolah juga bisa diterapkan sebelum memulai belajar di rumah. Lalu usahakan ada ruang belajar yang tenang dengan meja kursi yang nyaman. Jangan lupa, matikan media televisi, radio atau media lainnya yang memunculkan gambar maupun suara.

Lalu, jauhkan anak dari mainan agar mereka bisa lebih fokus dalam belajar. Beri anak target belajar sesuai arahan guru sekolah. Selain itu, beri jeda waktu untuk istirahat. Yang terakhir, orangtua pun harus mempersiapkan diri untuk menemani anak-anak belajar dengan sabar dan gembira. 

"Ini memang tidak mudah, ya orang dewasa kan pasti punya masalah, tapi usahakan lupakan dulu itu semua saat mendampingi anak-anak belajar di rumah," pungkas Nina.