Liputan6.com, Jakarta - Perjalanan panjang menebar abu jenazah ini bermula pada 2010 di sebuah lokasi kemah di Portland, Oregon, Amerika Serikat. "Saya harus buang air kecil tengah malam dan tiba-tiba saja merasa takut," kata perempuan pelakon perjalanan itu, Laura Fahrenthold, melansir laman People, Sabtu, 20 Juni 2020.
"Saya kemudian membawa kotak berisi abu jenazah suami saya keluar bersama saya. Saya terpeleset dan abu itu tumpah ke seluruh tubuh saya. Mengingat itu kembali, saya mau mngatakan, begitulah cara ia (abu suaminya) keluar dari kotak," imbuhnya.
Pada November 2009, suaminya, Mark Pittman yang merupakan seorang jurnalis Bloomberg News meninggal dunia di usia 52 tahun setelah mengalami serangan jantung di rumah mereka di Yonkers, New York, Amerika Serikat.
Advertisement
Baca Juga
"Kedua putri saya, Nell dan Susannah, yang saat itu berusia delapan dan 10 tahun melihat apa yang terjadi pada ayah mereka. Menyaksikan suami jatuh meninggal dengan dua anak melihat langsung ke arah saya, saya merasa seperti dicabik, seperti dijatuhkan bom," paparnya.
Trauma yang melanda ketiganya membuat Laura memutuskan keluar rumah dan mengajak anak-anaknya kemah di sejumlah wlayah di Negeri Paman Sam. "Abu jenazah Mark selalu saya bawa karena saya takut meninggalkannya di rumah, semisal ada hal buruk terjadi padanya," ucap Laura.
Kendati awalnya hanya berusaha mencari udara segar, penjelajah ini kemudian berubah jadi menyambangi area seantero Amerika Serikat sembari menyebar abu jenazah orang yang sama-sama mereka sayangi.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Awal Menyebar Abu Jenazah
Di samping melepas trauma, dengan berkemah, Laura ingin kedua putrinya belajar banyak hal untuk jadi pribadi mandiri. Mereka memancing, membaca peta, mengganti ban, bahkan berbaring di padang rumput bersama.
"Saya mau membentuk pengalaman yang lebih besar kesannya ketimbang kematian ayah mereka," ucapnya. "Bila nanti mereka naik gunung, mendirikan tenda, dan melakukan aktivitas luar ruang saat sudah lebih dewasa, mereka akan mengingat momen ini."
Awalnya, Laura mengaku tak yakin bagamana kedua putinya akan merespons ide menyebar sedikit abu jenazah ayah mereka. Tak disangka bahwa gagasan tersebut kemudan jadi ritual rutin. "Nell mengatakannya sebagai pemakaman mini," tuturnya,
Mereka pun mulai menyusun destinasi perjalanan sembari mengira di mana Mark mau abu jenazahnya disebar. "Akhirnya kami pergi ke Air Terjun Niagara, Graceland, bahkan Grand Canyon," Laura menceritakan.
Dalam kurun waktu lima tahun mendatang, ketiga pelancong ini telah berencana melakukan perjalanan ke seantro Amerika dan Kanada selama liburan musim panas dan school break. "Ini seperti membawa serta ayah mereka dalam tiap penjelajahan," tandas Laura.
Advertisement