Sukses

Johnson & Johnson Putuskan Tak Lagi Produksi Produk Pemutih

Keputusan tak lagi memproduksi produk pemutih diambil Johnson & Johnson atas desakan publik.

Liputan6.com, Jakarta - Johnson & Johnson memutuskan menyetop penjualan krim pemutih yang populer di Asia dan Timur Tengah. Mengutip laman South China Morning Post, Selasa (23/6/2020), keputusan ini diambil setelah belakangan peredaran produk tersebut dilanda tekanan sosial sebagai respons gerakan melawan rasisme dalam skala global.

Berdasarkan laporan Reuters, perusahaan tersebut menyetop penjualan produk mereka, Clean & Clear, di India. Juga, nasib serupa pada rangkaian Neutrogena Fine Fairness yang biasanya dipasarkan di Asia dan Timur Tengah.

Sejak beberapa waktu lalu, tak sedikit orang menyuarakan keberatan pada keberadaan produk krim pemutih, mengingat target pasar sebenarnya sarat akan keberagaman etnis. "Rasisme dan seksisme murni pada perempuan Asia," tulis salah satu penghuni jagat maya.

"Bila orang ingin membelinya (krim pemutih), sebenarnya itu hak mereka. Tapi, alangkah baik menawarkan produk yang tak membuat seseorang ingin jadi orang lain dan tak nyaman berada di kulit mereka sendiri," sambung yang lain.

"Saya sangat mendukung perubahan ini. Pemasaran krim pemutih terasa seperti penipuan bagi orang Asia yang notabene punya beragam warna kulit," komentar seorang pengguna Twitter.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Gerakan Perubahan Persepsi

Menanggapi komentar tersebut, juru bicara Johnson & Johnson mengatakan, pihaknya tak bertujuan menciptakan citra tertentu. "Kulit sehat adalah definisi kulit yang cantik," ujarnya. 

Pihaknya menjelaskan bahwa tak lagi memproduksi dan mendistribusikan rangkaian produk yang telah disebutkan di atas. Bila muncul di toko maupun tempat lain, kemungkinannya pihak tersebut tengah menghabiskan stok.

Berbagai perusahaan, termasuk Unilever, Procter & Gamble, serta L’Oreal di bawah merek Fair & Lovely, Olay, dan Garnier yang juga turut disebut dalam produksi krim pemutih belum memberi komentar akan desakan sosial tersebut.

Tak kurang dari 6,3 ribu ton produk pemutih kulit terjual tahun lalu, berdasarkan data Euromonitor International, termasuk produk yang dipasarkan sebagai krim anti-aging yang menargetkan noda hitam dan kerutan.

Beberapa produk kemudian dianggap mengusung anggapan bahwa kulit berwarna cerah lebih baik dan terbentuk jadi standar kecantikan, terutama bagi perempuan Asia.