Sukses

Pelajar 24 Tahun Rela Jadi Tukang Sampah demi Kuliah di Harvard

Selain Harvard, lelaki yang sempat jadi pemulung ini juga diterima di beberapa universitas top.

Liputan6.com, Jakarta - Adalah Rehan Staton, pelajar asal Maryland, Amerika Serikat, yang berhasil mendapat salah satu kursi di sekolah hukum Harvard. Bukan perkara mudah pencapaian ini diraih. Pasal, Staton harus rela jadi tukang sampah sebelum masuk salah satu sekolah top tersebut.

"Orang-orang yang berada di bawah justru terus menyemangati saya. Itu membantu saya tetap fokus pada tujuan saya. Bila ini hanya tentang saya dan saya berjuang tanpa dukungan, saya pasti sudah berhenti," katanya melansir dari CBS News, Kamis, 8 Juli 2020.

Staton menghabiskan beberapa tahun bangun lebih awal demi mengumpulkan sampah untuk Bates Trucking and Trash Removal sebelum menghadiri kelas di University of Maryland. Pekerjaan sebagai tukang sampah yang dimulai sejak pagi membuatnya tak sempat mandi dan berakhir duduk di bagian belakang kelas supaya teman-temannya tak mencium bau tak sedap.

Lelaki 24 tahun ini bercerita, sang ayah sudah berjuang membesarkan ia dan kakaknya sebagai orangtua tunggal. "Ibu saya meninggalkan ayah saya, kakak saya, dan saya saat ia kembali ke Sri Lanka," ucap Staton.

"Saya masih terlalu muda untuk memahami apa yang terjadi. Tapi, saya tahu situasi itu buruk," imbuhnya. Keadaan jadi kian berat ketika ayahnya kehilangan pekerjaan dan harus menutupi kebutuhan hidup dengan tiga pekerjaan sekaligus.

Staton ingat, kondisi kesulitan ekonomi ini sempat membuat keluarganya hidup tanpa makanan, bahkan listrik. Terlepas dari kondisi tersebut, pelajar yang akhirnya masuk Harvard ini berlatih jadi petinju tradisional saat SMA, namun terhenti setelah cedera parah.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Diterima di Banyak Universitas Top

Sempat tak kuliah, Staton bekerja sebagai petugas kebersihan, dan di situlah hidupnya berubah. "Itu adalah pertama kalinya orang lain baik pada saya bukan karena alasan tertentu, Mereka tulus menghibur saya," ucapnya.

Tak lama dari itu, sebuah perusahaan mengetahui kisah Staton dan membuatnya bertemu seorang profesor di Bowie State University. Pertemuan ini berujung Staton mengenyam pendidikan tinggi.

Ia kemudian pindah ke University of Maryland dan mulai menumbuhkan keinginan pergi ke sekolah hukum. Di tengah perjalanan itu, ayah Staton terkena stroke dan ia harus bekerja sebagai tukang sampah untuk menutupi kebutuhan keluarga, sekaligus menyelesaikan pendidikan.

Setelah lulus pada 2018, Staton bekerja sebagai analis di perusahan consulting di Washington D.C. Ia kemudian mendaftar ke sekolah hukum dan diterima di banyak universitas top dan memutuskan memilih Harvard. 

"Ketika saya melihat kembali pengalaman-pengalaman saya. Saya ingin berpikir bahwa saya bisa berbuat yang terbaik di kondisi sesulit apapun. Setiap kejadian membuat saya keluar dari zona nyaman, dan saya beruntung punya orang sekitar yang mendukung," tandasnya pada CNN.